Di Indonesia, kegiatan pasar modal diatur dalam Undang-Undang Pasar
Modal (UUPM) No. 8 tahun 1995.
Disebutkan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
umum, perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Efek menurut UUPM yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,
saham obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
kontrak kegiatan berjangka atas efek, dan setiap derevatif efek. Namun, UUPM belum
membedakan apakah kegiatan pasar modal dibagi menjadi kategori syariah atau
umum.[1]
• Perkembangan Bank di Indonesia, kegiatan
pasar modal diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) No. 8 tahun 1995. Disebutkan bahwa pasar
modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum, perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
• Efek menurut UUPM
yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham obligasi, tanda
bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak kegiatan
berjangka atas efek, dan setiap
derevatif efek.
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. Perbankan syariah
yang mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992 dengan berdirinya Bank
Muamalat dan disusul dengan Asuransi Syariah Takaful yang didirikan pada tahun
1994. Kedua lembaga keuangan syariah tersebut bisa katakan menjadi pioneer
tumbuhnya bisnis syariah di Indonesia. Pada awal berdirinya, bukan hal yang
mudah untuk memperkenalkan bisnis syariah di Indonesia walaupun mayoritas
penduduk Indonesia adalah muslim. Mulai dari istilah yang cukup sulit
dihafalkan, sampai dengan konsep operasional yang dirasakan berbelit-belit.
Saat itu, bisnis syariah harus bersaing
dengan lembaga keuangan konvensional yang lebih besar serta memiliki konsep
operasional yang lebih sederhana dan masyarakat telah memahami dengan baik.
Masyarakat telah sangat familiar dengan istilah bunga, kredit, dan
terminologi lain yang sangat melekat dibenak mereka. Belum lagi penguasaan
pasar yang lebih kuat membuat para pioneer tersebut sempat ragu dengan
kelangsungan bisnis berbasis syariah ini. Namun, krisis moneter tahun 1997 telah
membawa hikmah yang besar bagi perkembangan
lembaga keuangan syariah di Indonesia. Pada saat bank-bank konvensional
lainnya goyah, Bank muamalat dan bisnis syariah lainnya membuktikan bahwa
sistem perekonomian berbasis bunga akan menimbulkan ketergantungan dan
kesengsaraan jangka panjang. Lembaga keuangan syariah yang tidak tergantung
dengan peran bunga akhirnya selamat dari krisis dan bahkan sekarang menjadi sebuah potensi kekuatan yang
suatu saat akan mampu membuktikan bahwa sistem ekonomi islam memberikan
kesejahteraan dan keadilan.
Saat ini, tidak hanya lembaga keuangan
syariah yang bersifat komersil saja yang berkembang, namun juga lembaga
keuangan syariah yang bersifat nirlaba. Lembaga keuangan syariah komersial yang
berkembang saat ini antara lain : pegadaian syariah, pasar modal syariah,
reksadana syariah, dan obligasi syariah. Sedangkan lembaga keuangan syariah
nirlaba yang saat ini berkembang antara lain : organisasi pengelola zakat, baik
badan amil zakat maupun lembaga amil zakat, dan badan wakaf. Bahkan lembaga
keuangan mikro syariah seperti Bank BMT (Baitul Maal wa Tamwil) juga
turut berkembang sangat pesat di Indonesia.
B.
Gambaran Umum Pasar Modal Syariah
Sejak secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret
2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya
perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia
terus meningkat. Harus dipahami bahwa ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan
ekonomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi syariah
di pasar modal Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang cukup
signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan
diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah
serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di
pasar modal Indonesia.
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang
seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.[2] Sedangkan yang dimaksud dengan efek syariah
adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan peundang-undangan di bidang
Pasar Modal yang akad, pengelolaan perusahaan maupun cara penerbitannya
memenuhi prinsip-prinsip syariah.[3] Momentum berkembangnya pasar modal berbasis
syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1997, yakni dengan diluncurkannya
Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management.
Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment
Management meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2000
yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah dan Indeks Saham
Syariah Indonesia pada tanggal 12 Mei 2011.
Dilihat dari kenyataannya, walaupun sebagian
besar penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam namun perkembangan pasar
modal yang berbasis syariah dapat dikatakan sangat tertinggal jauh terutama
jika dibandingkan dengan Malaysia yang sudah bisa dikatakan telah menjadi pusat
investasi berbasis syariah di dunia, karena telah menerapkan beberapa instrumen
keuangan syariah untuk industri pasar modalnya. Kenyataan lain yang dihadapi
oleh pasar modal syariah kita hingga saat ini adalah minimnya jumlah pemodal
yang melakukan investasi, terutama jika dibandingkan dengan jumlah pemodal yang
ada pada sektor perbankan.
Dibandingkan
dengan negara tetangga Malaysia misalnya, Indonesia terlihat begitu tertinggal
jauh dalam mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Malaysia
pertama kali mengembangkan kegiatan pasar modal syariah sejak awal tahun 1990
dan saat ini terus mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sebagai contoh, data
menunjukkan hingga akhir tahun 2004 total Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa
Dana Syariah mencapai 7,7% (tujuh koma tujuh perseratus) dari total NAB
industri Reksa Dana di Malaysia, sedangkan Indonesia baru mencapai
0,51% (nol koma lima puluh satu per seratus) dari total NAB industri reksa
dana.
Walupun
perbandingan antara Pasar Modal Syariah di Indonesia dirasa masih tertinggal, setidaknya
pemerintah Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin untuk pengembangan Pasar Modal Syariah.
Pasar modal syariah dikembangkan dalam
rangka mengakomodir kebutuhan umat Islam
di Indonesia yang ingin melakukan investasi di produk-produk pasar modal yang
sesuai dengan prinsip dasar syariah. Dengan semakin beragamnya sarana dan
produk investasi di Indonesia, diharapkan masyarakat akan memiliki alternatif
berinvestasi yang dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping investasi yang
selama ini sudah dikenal dan berkembang di sektor perbankan.
Pasar modal syariah di Indonesia secara
resmi dikeluarkan pada tanggal 14 Maret 2003 berdasarkan dengan penandatanganan
MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia(DSN-MUI).
Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di
Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Danareksa
Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa investment Management. Selanjutnaya
bursa efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa investment Management
meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) pada 3 Juli 2000 yang
bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah.[4]
Perkembangan pasar modal syariah di
Indonesia secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah
semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang menyalurkan efek-efek
syariah selain saham-saham dalam JII. Karakter yang diperlukan dalam membantu
struktur pasar modal syariah adalah sebagai berikut: [5]
1. Semua saham harus diperjualbelikan pada
bursa efek
2. Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan
dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang.
3. Saham tidak boleh diperdagangakan dengan
harga lebih tinggi dari harga saham tertinggi
4. Komite manajemen menerapkan harga saham
tertinggi tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali.
Bentuk ideal dari pasar
modal syariah dapat dicapai dengan Islamisasi empat pilar pasar modal, yaitu:[6]
1. Emiten (perusahaan) dan efek yang
diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah syariah syariah, keadilan,
kehati-hatian, dan transparansi
2. Pelaku pasar (investor) harus memiliki
pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat, dan risiko transaksi
di pasar modal.
3. Infrastruktur informasi bursa efek yang
jujur, transparan, dan tepat waktu yang merata di publik yang ditunjang oleh
mekanisme pasar yang wajar
4. Pengawasan dan penegakan hukum oleh
otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif dan
ekonomis.
C. Prinsip Dasar Pasar modal Syariah
Definisi pasar
modal sesuai dengan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek,
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan Efek. [7]
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah
dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur
dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu,
pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal
secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki
perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa
karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme
transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada
Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran
yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah
pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait
perniagaan. Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah dikembangkan dengan
basis fiqih muamalah. Terdapat kaidah fiqih muamalah yang menyatakan bahwa
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.” Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
Penyebab haramnya transaksi
|
Implikasi di pasar modal
|
|
Li dzatihi
|
|
Efek yang diperjualbelikan harus
merupakan representasi dari barang dan jasa yang halal
|
Li ghairihi (karena selain zatnya)
|
Tadlis
|
1. Keterbukaan/transparansi
informasi
2. Larangan
informasi yang menyesatkan
|
Taqrir
|
Larangan terhadap transaksi yang
mengandung ketidakjelasan objek yang ditransaksikan, baik dari sisi pembelian
maupun dari sisi penjualan
|
|
Riba fadhl
|
Larangan atas tukar efek sejenis dengan nilai nominal yang berbeda
|
|
Riba nasiah
|
Larangan atas perdagangan efek fiscal
income yang bukan representasi ‘ayn
|
|
Riba jahiliyah
|
Larangan atas short selling yang
menetapkan bunga atas pinjaman
|
|
Bai’ najasi
|
Larangan melakukan rekayasa permintaan
untuk mendapatkan keuntungan di atas laba normal, dengan cara menciptakan false
demand
|
|
Ikhtikar
|
Larangan melakukan rekayasa penawaran
untuk mendapatkan keuntungan di atas laba normal, dengan cara mengurangi supply
agar harga jual naik
|
|
Tidak sah akad
|
Rukun dan syarat
|
Larangan atas semua investasi yang tidak
dilakukan secara spot (secara langsung)
|
|
Ta’alluq
|
Transaksi yang settlement-nya
dikaitkan dengan transaksi lainnya (menjual saham dengan syarat)
|
|
2 in 1
|
Dua transaksi dalam satu akad, dengan
syarat:
1. Objek sama
2. Pelakunya
sama
3. Periode
sama
|
D. Produk-Produk Pasar Modal Syariah
Dalam melakukan
transaksi di pasar biasanya ada barang atau jasa yang diperjualbelikan. Begitu pula dalam pasar modal, barang yang diperjualbelikan
kita kenal dengan istilah instrument pasar modal.[9] Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat-surat
berharga (efek) yang umum diperjualbelikan melalui pasar modal. Efek adalah
setiap surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi,
sekuritas kredit, tanda bukti utang, right, warrans, opsi atau setiap
derivative dari efek atau setiap instrument yang ditetapkan oleh Bapepam LK
sebagai efek. Sifat efek yang diperdagangkan di pasar modal (bursa efek)
biasanya berjangka waktu panjang. Instrument yang paling umum diperjualbelikan
melalui bursa efek antara lain saham, obligasi, rights, obligasi
konversi.
Sebelum melakukan transaksi, investor harus terlebih dahulu menjadi
nasabah di salah satu perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Seperti
halnya dalam membuka tabungan di bank, harus ada minimal investasi awal yang
ditempatkan.[10] Jumlah deposit
yang diwajibkan bervariasi, misalnya ada perusahaan efek yang mewajibkan
sebesar Rp.15 juta, ada sebesar Rp.25 juta, dan lain-lain. Namun ada juga
perusahaan yang menentukan misalnya 50 persen dari transaksi yang akan
dilakukan sebagai deposit. Misalkan seorang nasabah akan bertransaksi sebesar
Rp.10 juta maka yang bersangkutan diminta untuk menyetor dana sebesar Rp. 5 juta.
Sedangkan pada pasar modal syariah secara khusus memperjualbelikan
efek syariah. Efek syariah adalah efek yang akad, pengelolaan perusahaan,
maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah yang didasarkan atas
ajaran Islam yang menetapannya dilakukan oleh DSN-MUI dalam bentuk fatwa.
Secara umum ketentuan syariah harus sesuai dengan prinsip syariah di pasar modal. Prinsip-prinsip syariah di pasar modal adalah
prinsip-prinsip hukum Islam dalam kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan
fatwa dewan Syariah Nasional Ulama Indonesia (DSN-MUI), baik fatwa DSN-MUI yang
ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK maupun fatwa DSN-MUI yang telah
diterbitkan sebelum ditetapkan Bapepam dan LK.[11]
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga
atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi
kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa
efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek
tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor
IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah
Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad,
cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di Pasar Modal.
Sampai saat ini, efek-efek syariah menurut fatwa DSN-MUI No.
40/DSN-MUI/X/2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip
syariah di bidang pasar modal mencakup saham syariah, obligasi syariah, reksa
dana syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Asset (KIK EBA) syariah dan
surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Belakangan,
instrument keuangan syariah bertambah dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu (HMETD) syariah dan fatwa DSN-MUI Nomor: 66/DSN-MUI/III/2008 tentang
Waran syariah pada tanggal 6 Maret 2008.
1.
Saham Syariah
Saham atau stocks
adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan
terbatas.[13] Dengan demikian si pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Semakin
besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaan tersebut.
Sedangkan
saham syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu usaha
perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara
pengelolahannya tidak bertentang dengan prinsip syariah. Saham tersebut
merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan. Sedangkan dalam prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada
perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti
bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang haram seperti minuman alkohol.
2.
Obligasi syariah/Sukuk
Obligasi atau bonds
secara konvensional merupakan bukti hutang dari emiten yang dijamin oleh
penanggung yang menanggung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta
pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo.
Sedangkan
obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Dengan demikian, pemegang obligasi syariah akan mendapatkan keuntungan bukan dalam bentuk bunga melainkan
dalam bentuk bagi hasil/margin/fee.
Sukuk
pada prinsipnya mirip serta obligasinya konvensional, yang mana sistem
konvensional pendapatan yang diperolah berupa bunga yang diterima sesuai dengan
klausa kontrak, ada yang 3 bulan, 4 bulan bahkan setiap tahun. Jadi antara
konvensional dengan syariah mempunyai perbedaan pokok, antara lain berupa
penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya akad
atau pejanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Dalam tinjauan
akadnya obligasi syariah terbagi pada obligasi syariah mudharobah, ijarah, murobahah, salam, istisna’. Di samping itu,
ada juga obligasi syariah mudharabah konversi. Sedangkan ditinjau dari
institusi yang menerbitkan obligasi syariah, maka obligasi syariah terbagi dua,
yaitu obligasi korporasi (perusahaan) dan obligasi Negara (SBSN).
a. Sukuk Korporasi
Sukuk Korporasi merupakan jenis obligasi syariah
yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah.
b. Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN)
Sukuk ini biasa disebut sukuk Negara,
adalah surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang
rupiah atau valuta asing.
3.
Reksa Dana Syariah.
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. Sedangkan reksadana syariah adalah
reksadana yang beroperesi menurut ketentuan dalam prinsip syariah, baik dalam
bentuk akad, pengelolaan dana dan penggunaan dana. Akad antara investor dengan
lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah.
Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menerut ketentuan
dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara modal sebagai pemilik
modal harta (shahih al-mal/rabb al-mal) dengan menajer investasi, bagitu
pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun
antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan mengguna
investasi.
4.
Efek berangun Aset Syariah
Efek beragun
Aset Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA syariah yang portofolionya terdiri dari
aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan
yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga
keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana
peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
5. Hak Memesan
Efek Terlebih Dahulu (Righ Issue)
Fatwa DSN_MUI
Nomor: 65/DSN-MUI/III/2008 tentang hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD)
memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal tidak hanya berhenti pada instrumen efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk
derivatifnya. Produk turunan saham (derivative)
yang dinilai sesuai dengan criteria DSN adalah produk right (HMETD).
Produk yang bersifat hak dan melekat dengan produk induknya itu menjadi produk
investasi yang sudah memenuhi criteria DSN. Mekanisme HMETD ini dipandang lebih
menguntungkan dibandingkan harus meminjam di bank karena dana yang diperoleh
lebih murah, tak ada biaya tambahan, profesi, dan masalah administrasi bank
lainnya, karena dana dipasok oleh pemegang sahamnya sendiri.
Mekanisme
rights bersifat opsional di mana rights merupakan hak untuk
membeli saham pada harga tertentu pada waktu tertentu yang telah ditetapkan. Rights
ini diberikan kepada pemegang saham lama yang berhak mendapatkan tambahan
saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada saat second offering. Berada
dengan warran masa perdagangan rights sangat singkat, berkisar antara
1-2 minggu saja.
Contoh,
emiten mengeluarkan saham baru lewat mekanisme rigths issue (HMETD) atau
disebut juga second offering untuk mengembangkan usahanya. Setiap
pemilik satu saham lama berhak mendapatka dua saham baru dengan exrcise price
Rp 950,-. Hak untuk membeli saham baru ini yang dinamakan rigths.
Jika
pemegang saham lama tidak mau membeli tambahan saham baru tadi, dia dia bisa
menjual sebagian atau semua rigths yang dia miliki di pasar pada periode
diperdagangkan. Jika memang mau menambah kepemilikannya, maka dia bisa
mendapatkan saham baru pada harga Rp 950,-.
Rights sebelum jatuh tempo bisa diperdagangkan. Dan hasil
penjualannya rights tersebut merupakan keuntungan bagi investor yang
memilikinya.
6. Warran Syariah
Fatwa
DSN-MUI Nomor: 66/DSN-MUI/III/2008 tentang warran syariah pada tanggal 6 Maret
2008 memastikan bahwa kehalalan investasi di pasar modal tidak hanya berhenti
pada instrument efek yang bernama saham saja, tetapi juga pada produk derivatifnya.
Produk turunan saham (derivatif) yang dinilai sesuai dengan kriteria DSN adalah
juga warran. Berdasarkan fatwa pengalihan saham dengan imbalan (warran),
seorang pemegang saham diperolehkan untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya
kepada orang lain dengan mendapatkan imbalan.
Mekanisme
warran bersifat opsional di mana warran merupakan hak untuk membeli sebuah
saham pada harga yang telah ditetapkan dengan waktu yang telah ditetapkan pula.
Misalnya warran ABCD jatuh tempo pada November 2010, dengan exercise price
Rp 1.000,- artinya jika investor memiliki warran saham ABCD, maka dia berhak untuk
membeli satu saham ABCD itu pada bulan November 2010 pada harga Rp 1.000,-.
Warran sebelum jatuh tempo bisa diperdagangkan. Dan hasil penjualannya warran
tersebut merupakan keuntungan bagi investor yang memilikinya.
E.
Kekuatan Hukum Fatwa Dewan Syariah
Nasional
DSN-MUI sebagai
dewan yang dibentuk oleh MUI mempunyai tugas dan wewenang antara lain
mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan dan produk dan jasa
keuangan. Sampai dengan saat ini, DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa terkait
industri keuangan syariah termasuk fatwa tentang pasar modal syariah, sebagai
berikut:
·
Fatwa Nomor:
80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek
·
Fatwa Nomor:
76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased
·
Fatwa Nomor:
72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara Ijarah Sale and Lease
Back
·
Fatwa Nomor:
71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back
·
Fatwa Nomor:
70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
· Fatwa
Nomor: 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
· Fatwa
Nomor: 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah
· Fatwa
Nomor: 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu Syariah
(HMETD Syariah)
· Fatwa
Nomor: 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi
· Fatwa
Nomor: 50/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah
· Fatwa
Nomor: 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
· Fatwa
Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal
· Fatwa
Nomor: 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
· Fatwa
Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
· Fatwa
Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa
Dana Syariah
F.
Perbedaan pasar modal Konvesional
dan Syariah
Meskipun sampai saat ini peraturan yang bisa
mengakomodasi penetapan prinsip syariah di pasar modal di Indonesia belum ada,
namun pada prinsipnya struktur pasar modal syariah sama dengan pasar modal
konvensional. Beberapa hal yang sama antara lain konsep penerbitan obligasi,
reksadana, dan instrumen lainnya, selama mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah
adalah khusus masalah syariah yang tercermin pada produk, aqad, dan
mekanisme transaksi.[14] Misalnya tentang kegiatan usaha perusahaan,
karena syariah menghendaki kegiatan usaha perusahaan, karena syariah
mengkehendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara
perolehannya, maupun cara penggunaannya.
Sebenarnya, banyak prinsip-prinsip syariah
terkandung dalam peraturan perundangan yang sudah ada. Misalnya, prinsip ridho
sama ridho yang ada dalam syariah juga terkadang dalam pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) yang mensyaratkan adanya kesepakatan para
pihak dalam membuat sebuah perjanjian.[15]
1.
Indeks harga
saham
Indeks harga saham
memiliki pengertian
indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham.
Yang memiliki beberapa
fungsi :
·
Sebagai tolak ukur untuk mengukur kinerja
investasi pada saham
·
Sebagai indikator tingkat keuntungan
·
Memfasilitasi berkembangnya produk derivative.
Perbedaan antara pasar modal
syariah dengan konvensional;
o Indeks konvensional : memasukkan seluruh saham
yang tercatat dibursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham
emiten yang terdaftar sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
o Indeks islam: indeks yang berdasarkan syari’at Islam, saham-saham yang masuk dalam indeks
syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah.
2.
Instrumen ialah
semua aset-aset berharga yang diperdagangkan dibursa instrumennya umumnya
bersifat jangka panjang.[16]
·
Saham ialah
surat tanda bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh emiten.
·
Obligasi ialah
surat tanda bukti kepemilikan dari emiten.
·
Instrument opsi
ialah kumpulan dari surat berharga / suatu produk efek (sekuritas) yang akan
memberikan hak kepada pembeli untuk membeli atau menjual sejumlah aset
finansialnya.
·
Right ialah produk derivatif (turunan) dari
saham yang memberikan hak bagi pemodal untuk membeli saham baru yang
dikeluarkan emiten.
·
Waran ialah
produk derivatif (turunan) dari saham yang memberikan hak untuk membeli sebuah
saham pada harga yang telah ditetapkan dan pada waktu yang telah ditetapkan
pula.
·
Reksadana ialah tempat untuk menghimpun dana
dari masyarakat pemodal yang akan diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
manajer investasi.
o Syariah : saham syariah, obligasi syariah,
reksadana syariah, efek berangun aset syariah, hak memesan
efek terlebih dahulu (righ issue), dan warran syariah.
3.
Mekanisme
Transaksi.
Secara
umum dijelaskan bahwa dalam konteks pasar modal syariah menurut alhabshi ialah
idealnya tidak mengandung unsur Ribawi, transaksi, pasar modal syariah harus
beretika, jauh dari sifat amoral seperti manipulasi pasar, transaksi yang
memanfaatkan orang dalam.
[2] Abdul Manan, Aspek Hukum Dalam
Penyelenggaraan Investasi Pasar Modal Syariah Indonesia, ( Jakarta: Perdana
memia Group, 2009), 88
[3] Eduardus Tandelilin, Portofolio
Dan Investasi (Yogyakarta : kanisius, 2010), 155
[6] Nasarudin,M. Irsan, Aspek Hukum
Pasar Modal Indonesia, ( Jakarta : Kencana, 2004),61
[7] Abdullah Amrin, Meraih
Berkan melalui Asuransi Syari’ah ditinjau dari perbandingan dengan Asuransi
Konvensional, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 122
[11] Ibid, 136-137
[12] Suad Husnan, Dasar-Dasar
Portofolio Dan Analisis Sekuritas, (Yogyakarta : YKPN, 2009),27
[16] Abdullah Amrin, Meraih Berkan melalui Asuransi Syari’ah
ditinjau dari perbandingan dengan Asuransi Konvensional, (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2011), 68
[17] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, ( jakarta : indeks, 2009),71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar