Jumat, 25 Oktober 2013

INVESTASI SYARIAH



1. Pengertian dan Tujuan Investasi
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.[1] Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah Pasar Modal dan keuangan kata invesment diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Sedangkan dalam kamus Lengkap Ekonomi, Investasi didefinisikan sebagai saham penukaran uang dengan bentuk-bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang di harapkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapatan.[2]
Dalam Islam investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja. Dalam investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.[3]
Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud investasi dalam Islam adalah melakukan usaha secara aktif terhadap harta atau sumberdaya yang ia miliki melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip syariah.
Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal pembangunan kegiatan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan marak lesunya pembangunan.
Sedangkan tujuan investasi adalah mendapatkan sejumlah pendapatan keuntungan. Dalam konteks perekonomian, menurut Tandelilin(2001) ada beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:[4]
a)                  Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang
b)                  Mengurangi tekanan inflasi
c)                  Sebagai usaha untuk menghemat pajak.

2.               Resiko Dalam Investasi
Resiko adalah kenyataan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berikut merupakan jenis-jenis resiko yang mungkin terjadi dalam investasi, diantaranya :[5]
1. Resiko suku bunga
Resiko yang dialami akibat dari perubahan suku bunga yg terjadi di pasaran yang mampu memberi pengaruh bagi pendapatan investasi. Contoh: Pada tanggal 30 Januari 2009 pemerintah Indonesia mengeluarkan instrumen keuangan baru yang disebut sukuk Ritel. Sukuk ritel adalah obligasi syariah yang menganut prinsip syariah. Sukuk ritel ini kemudian menjadi masalah bagi penerbit obligasi lainya karena suku bunga yang ditawarkan yaitu 12 % jauh di atas rata-rata suku bunga obligasi pada umumnya yaitu 8-10%, sehingga investor lebih tertarik untuk membeli sukuk ritel tersebut. Hal ini didukung dengan resiko dalam investasi ini mendekati 0%. 
Adapun strategi yang bisa dilakukan oleh para penerbit obligasinya lainya adalah menaikan suku bunga lebih tinggi dari sukuk ritel. Selain itu, juga dibutuhkan peran pemerintah melalui kebijakan atau peraturan yang bisa menguntungkan semua penerbit obligasi.

2. Risiko pasar
Resiko pasar adalah fluktuasi pasar yang secara keseluruhan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi, bahkan mengakibatkan investor mengalami capital loss. Perubahan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, isu, spekulasi maupun perubahan politik. Contoh: Adanya fluktuasi nilai rupiah terhadap USD yang sangat besar mendukung naiknya kurs USD sehingga mencapai sekitar Rp.6.000/USD. Hal ini disebabkan karena adanya isu sekitar kesehatan presiden pada bulan November/Desember 1997. 
Dan strategi untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap USD pemerintah bisa melakukan intervensi melalui berbagai kebijaksanaan moneter dan fiskal, salah satunya melalui managed float system.
3. Risiko inflasi[6]
Risiko inflasi adalah risiko potensi kerugian daya beli investasi karena terjadinya kenaikan rata-rata harga konsumsi. Misalkan laju inflasi pada 2012 bisa mencapai 7,1 persen, apabila pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Menurut perhitungan BI 4,4 persen kalau tidak ada apa-apa, kalau ada jadi 6,8 persen sampai 7,1 persen. Apabila ada kenaikan harga BBM sebesar Rp1.000 per liter maka terjadi inflasi sebesar 6,8 persen, sedangkan apabila ditetapkan subsidi konstan sebesar Rp2.000 per liter maka terjadi inflasi 7,1 persen. Kalau harga BBM-nya Rp1.000 itu inflasi 6,8 persen, tapi kalau subsidi dibatasi konstan Rp2.000 per liter maka akan ada peluang naik, tapi inflasi di 7,1 persen. Dengan adanya rencana kenaikan BBM yang bisa menyebabkan inflasi, para investor pun enggan untuk berinvestasi
Untuk mengtasi hal tersebut, yang bisa dilakukan pemerintah yaitu melalui kebijakan antara lain dengan mengoptimalkan bauran kebijakan dari suku bunga, nilai tukar, pengelolaan likuiditas dan kebijakan makroprodensial. Dampak kebijakan subsidi BBM ke inflasi masih memungkinkan ditekan lebih rendah dengan menerapkan subsidi ke sektor transportasi dan komunikasi kebijakan yang baik untuk meminimalkan efek psikolog.

Sedangkan yang bisa dilakukan oleh investor sebagai alternatif investasi yaitu:[7]
1.         Menabung, menabung di bank dapat mem-back up inflasi, karena bunga yang kita terima bisa mem-back up inflasi
2.         Investasi Emas, dengan kita berinvestasi emas maka kita akan terhindar dari resiko inflasi yang akan menggerogoti nilai mata uang kita, karena apabila terjadi inflasi tinggi maka harga emas pun akan tinggi.
 
4. Risiko likuiditas
Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, maka semakin likuid sekuritas tersebut. Resiko ini bisa juga didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek atau jatuh tempo dengan menggunakan aset yang ada. Resiko ini dapat kita kaitkkan dengan krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya masalah kekurangan likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh beberapa bank, tetapi kemudian menjadi sistemik. Krisis likuiditas secara sistemik, yang dialami perbankan dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1 November 1997. Kepercayaan terhadap Rupiah yang menurun sejak terjadinya gejolak moneter bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah diterapkan sistim nilai tukar yang mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997. Pembelian mata uang dollar (USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai oleh pelaku pasar asing, akan tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam negeri dan pemilik dana dalam negeri.
Pemerintah menghadapi perkembangan ini dengan melakukan pengetatan moneter, dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan pengeluaran rutin maupun pembangunan dari APBN), kebijakan moneter (langkah BI menghentikan pembelian SBPU bank-bank dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan tindakan adminsitratif (instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan deposito mereka menjadi SBI).

5. Risiko nilai tukar mata uang (valas)
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini juga dikenal dengan nama currency risk  atau exchange rate risk. Misalkan dalam sebuah investasi yang membutuhkan mata uang asing sebagai transaksi, misalkan US$, apabila US$ menguat sedangkan Rupiah melemah akan membuat investor yang akan menanamkan modalnya dengan US$ akan membuat rugi, karena Rupiah yang harus dikeluarkan semakin banyak.
Perusahaan atau pihak yang bergerak di jenis investasi ini sebaiknya melakukan tindakan mengantisipasi atau meminimalisir resiko tersebut dengan melaksanakan  hedging. Hedging adalah suatu kegiatan perlindungan terhadap nilai uang. Hedging bisa dilakukan melaui Contract forward dan forward rate yang memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang ingin membeli valas dengan harga tertentu di masa depan yang telah disepakati sekarang.

6. Risiko negara
Risiko ini juga disebut sebagai risiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara. Resiko Politik ini juga berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan ketentuan perundangan yang berakibat turunnya pendapatan yang diperkirakan dari suatu investasi atau bahkan akan terjadi kerugian total dari modal yang diinvestasikan. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar negeri, maka stabilitas ekonomi dan politik negara bersangkutan akan sangat perlu diperhatikan guna menghindari risiko negara yang terlalu tinggi.
Libya misalnya sebagai negara pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika mengalami krisis akibat adanya protes yang dimulai pada tanggal 16 Februari 2011 untuk menurunkan presiden yang berkuasa pada saat itu, menyebabkan terganggunya pasokan minyak mentah, sebagai akibatnya harga minyak menjadi naik. Dengan melonjaknya harga minyak mentah menyebabkan terjadinya krisis pangan secara global akibat naiknya harga pangan. Hal ini dikarenakan minyak dibutuhkan untuk peralatan pertanian yang digunakan untuk memproduksi pangan dan transportasi untuk mengangkut pangan.
Perlunya investasi jangka panjang di sektor pertanian di negara berkembang, mempersiapkan teknologi yang lebih baik utk bisa meningkatkan produktivitas pangan, Investasi di infrastruktur pedesaan serta pelatihan untuk petani kecil guna mendorong ke arah produksi yang lebih tinggi. Dengan mengatasi krisis pangan yang terjadi nantinya mampu menghemat pengeluaran negara untuk penyediaan pangan dan mencegah terjadinya inflasi akibat kenaikan harga pangan akibat berkurangnya produksi pangan.
7. Resiko Reinvestment
Resiko Reinvestment yaitu resiko terhadap penghasilan-penghasilan suatu aset keuangan yang harus di re-invest dalam aset yang berpendapatan rendah (resiko yang memaksa investor menempatkan pendapatan yang diperoleh dari bunga kredit atau surat-surat berharga ke investasi yang berpendapatan rendah akibat turunnya tingkat bunga).
Dalam hal ini, misalkan kondisi investasi tidak akan sama ketika pembelian pertama kali suatu obligasi khususnya pembelian obligasi untuk jangka panjang, karena perubahan ekonomi dan politik dapat mempengaruhi tingkat suku bunga pada saat hendak menginvestasikan kembali kupon-kupon dari obligasi tersebut. Untuk obligasi yang berdenominasi mata uang asing (non-rupiah), gejolak fluktuasi nilai tukar valuta asing terhadap rupiah mengakibatkan kerugian akibat selisih kurs.
Sebagai solusi sebaiknya memilih berinvestasi dalam obligasi yang memberikan penghasilan tetap secara periodik dan memilih beberapa jenis obligasi yang memiliki fitur call, yang berarti perusahaan penerbit obligasi tersebut berhak untuk membeli kembali (buy back) obligasi pada harga tertentu (call price) sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.
3.         Etika dan Norma Dalam Investasi Syariah
Prinsip dasar Investasi atau bisnis yang dilakukan seseorang dalam Islam, motivasinya sangatlah didominasi tujuan yang antara lain adalah:[8]
Ø  Bertujuan mencari ridha Allah
Jika motivasi ingin mendapat Ridha Allah dalam melakukan investasi/bisnis maka dapat dipastikan bahwa bisnis yang dilakukan merupakan investasi terbaik. Tujuan dan maksud investasi terbaik ini selain untuk meraih manfaat ekonomi, juga bertujuan meraih kemanfaatan non finansial.
Ø  Plesure of Allah (kebahagiaan)
Yaitu ingin mendapatkan kebahagiaan dari Allah. Dengan menyadari bahwa investasi yang dilakukan diyakini oleh pelaku bisnis, Allah merestui dan menjadikan kesenangan bagi pelaku bisnis dan hal ini dilakukan dengan harapan mendatangkan kesenangan, kebahagiaan dan kesejahteraan lahiriah  dan batiniah bagi umat manusia yang lain, maka diakini kebenarannya sesuai dengan aqidah Islam bahwa bisnis atau investasi yang dilakukan mendatangkan kenikmatan dan kesenangan hidup bagi para pelaku bisnis  dan manusia pada umumnya.
Ø  Mercy of Allah (Mencari Rahmat Allah)
Istilah rahmat ini diartikan sebagai karunia atau berkah. Jika bisnis didirikan dengan investasi yang dilakukan denga motivasi ingin memperoleh berkah dan karunia dari Allah maka secara filosofi pasti bisnis ini diyakini merupakan bisnis yang terbaik.  Karena Berkah dan karunia Allah merupakan suatu kondisi kehidupan yang sangat menentramkan dan menyenangkan bagi setiap muslim yang beriman.
Ø  Memperoleh Pahala dari Allah dan Niat Berdimensi Dunia Akhirat
Keuntungan meteri dan ekonomi bukan satu-satunya tujuan yang menjadi ujung tombak dalam meraih sukses suatu kegiatan bisnis. Tetapi lebih dari itu yang meliputi pahala atau ganjaran Allah di dunia dan di akhirat merupakan keuntungan yang utama. Meski mungkin harus mengalami kerugian materi atau keuntungan finansial harus dilalui sementara waktu. Dalam keyakinan bisnis yang didasari bahwa perjalanan bisnis di dunia ini penuh dengan misteri yang sulit dinalar dengan perhitungan manusia. Prinsip ini mengindikasikan bahwa di atas manusia ada yang mengatur dan mengendalikan bagi sukses dan gagalnya suatu kegiatan bisnis yang dilakaukan. Oleh karena itu tingkat ikhtiar dan kepasrahan sama-sama penting untuk dijadikan etos kerja bagi pelaku bisnis Islam dan  beriman.
Dengan menjalankan bisnis didasari motivasi bisnis dalam Islam di atas maka tentunya seorang pebisnis Islam tentu akan menjalankan bisnisnya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang diantaranya adalah:[9]
1.   Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2.   Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3.   Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4.   Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5.   Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
6.   Manajemen yang diterapkan adalah manajemen islami yang tidak mengandung unsur dan menghormati hak asasi manusia serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4.      Investasi Dalam Perspektif Syariah
Menurut Islam harta pada hakekatnya adalah milik Allah. Namun karena Allah telah menyerahkan kekuasaan-Nya tersebut kepada manusia, maka perolehan seseorang terhadap harta itu sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta, maka esensinya dia memiliki harta tersebut hanya untuk dimanfaatkan. Dengan demikian, mengelola harta dalam pandangan Islam sama dengan mengelola dan memanfaatkan zat benda.[10]
Harta sebagai perantara manusia dalam kehidupan manusia dalam kehidupan manusia. Manusia harus bekerja untuk mendapatkannya, tanpa menimbulkan penderitaan pada pihak lain.
Firman Allah:[11]
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9sŒ (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ 
Artinya:
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Q.S. Al-Mulk:15).
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ 
Artinya:
“dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:188)
Dalam telah dijelaskan pula bahwa jangan sampai harta itu hanya beredar diantara orang kaya saja.
!!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Artinya:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Q.S Al-Hasyr:7).
Berdasarkan penjelasan dan dalil-dalil diatas, dapat kita simpilkan bahwa harta yang kita miliki seyogyanya hanyalah titipan.Oleh karena itu, dalam penggunaannya, haruslah diputar dalam sector industri dimana dalam hal ini dimaksudkan utuk diinvestassikan.
v  Pilihan Investasi Sesuai Syariah
Investasi yang aman secara duniawi belum tentu aman secara akhiratnya. Maksudnya investasi yang sangan menguntungkan sekalipun dan tidak melanggar hukum positif yang berlaku, belum tentu aman kalau dilihat dari sisi syariat Islam. Investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai  dengan syariat Islam dan tidak mengandung riba. Untuk sistem perekonomian di Indonesia pada saat ini, berdasarkan UU pasar modal hanya meliputi beberapa hal, yaitu instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum dan pembagian dividen berdasarkan pada tingkat laba usaha, penempatan dalam deposito pada bank umum syariah, surat utang jangka panjang, baik berupa obligasi maupun surat utang jangka pendek yang telah lazim diperdagangkan di antara lembaga keuangan syariah yaitu termasuk jual beli utang dengan segala kontroversinya.[12]
Dewasa ini, meningkatkan modal dalam jumlah besar melalui pasar primer adalah praktik sehari-hari diseluruh dunia dan keuangan Islam secara pesat tengah mengembangkan tehnik baru untuk melaksanakan praktik tersebut. Pool modal yang paling penting saat ini adalah dana mudharabah, saham umum diperusahaan, dan obligasi pendapatan Islam yang dibayarkan tanpa bunga.[13] Dalam dana mudharaba, mekanisme tersebut dapat menciptakan kesempatan bagi investor untuk bersama-sama membiayai proyek besar dengan membagi keuntungan dan risiko. Membagi proyek besar inilah yang seharusnya menjadi peran bank-bank Islam, namun bank-bank ini telah menghindari proyek-proyek besar atau beresiko dengan lebih memilih pembiayaan transaksi jangka pendek.
Dalam hal menerbitkan saham maupun melakukan investasi, OIC Academy menyetujui perusahaan saham selama mereka tidak didirikan untuk tujuan yang tidak sah secara Islam (diharamkan), seperti produksi minuman keras. Hal ini menunjukkan bahwa dalam investasi bisnis syariah ada beberapa kriteria tertentu agar suatu investasi dapat diperbolehkan, misalnya apakah sekuritas tersebut memuat prosentase tertentu aktivanya. Apakah pendapatan dari bunga yang mereka terima di bawah prosentasi tertentu  dari seluruh pendapatannya, dan apakah sekuritas tersebut di investasikan pada kegiatan yang dilarang seperti perjudian, produksi miniman keras, daging babi dan lain-lain.[14]
Singkatnya, pilihan investasi yang dapat dikatakan sesuai dengan prinsip syariah di antaranya adalah:[15]
Ø  Tabungan Bagi Hasil (Mudharabah)
Tabungan bagi hasil adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Dalam hal ini bank syariah mengelola dana yang diinvestasikan oleh penabung secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada penabung dan bank, sesuai perbandingan bagi hasil atau nisbah yang disepakati bersama.
Ø  Deposito Bagi Hasil (Mudharabah)
Deposito Bagi Hasil merupakan produk investasi jangka waktu tertentu. Nasabahnya bisa perorangan maupun badan. Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Dengan prinsip ini bank akan mengelola dana yang diinvestasikan nasabah secara produktif, menguntungkan dan memenuhi prinsip-prinsip hukum Islam. Hasil keuntungannya akan dibagikan kepada nasabah dan bank sesuai nisbah yang disepakati bersama sebelumnya.
Ø  Investasi Khusus (Mudharabah Muqayyadah)
Investasi khusus adalah suatu bentuk investasi nasabah yang disalurkan langsung kepada pembiayaan tertentu sesuai dengan keinginan nasabah. Perbandingan atau nisbah bagi hasil yang ditetapkan berdasarkan kesepatan antara bank, nasabah serta penasihat keuangan jika diperlukan (dapat dinegosiasikan). Dana akan diinvestasikan kepada sektor riil yang menguntungkan sesuai keinginan nasabah.
Ø  Investasi Saham Sesuai Syariah di Pasar Modal
Salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan non publik (private equity) maupun perusahaan publik/terbuka. Cara paling mudah dalam melakukan investasi saham sesuai syariah di BEJ adalah memilih dan membeli jenis saham-saham yang dimasukkan dalam Jakarta Islamic Index (JII).
Ø  Reksadana Syariah
Dalam reksadana konvensional, pengaturan atau penempatan portofolio investasi hanya menggunakan pertimbangan tingkat keuntungan. Sedangkan reksadana syariah selain mempertimbangkan tingkat keuntungan juga harus mempertimbangkan kehalalan suatu produk keuangan. Sebagai contoh bila reksadana syariah ingin menempatkan salah satu jenis investasinya dalam saham, maka saham yang dibeli tersebut harus termasuk perusahaan yang sudah dibolehkan secara syariah. Lebih mudahnya sudah termasuk dalam jenis saham yang ada dalam daftar JII (Jakarta Islamic Index). Demikian juga jenis investasi lainnya seperti obligasi, harus yang menganut sistem syariah. Manajer investasi reksadana syariah harus memahami investasi dan mampu melakukan kegiatan pengelolan yang sesuai dengan syariah. Untuk itu diperlukan adanya panduan mengenai norma-norma yang harus dipenuhi Manajer Investasi agar investasi dan hasilnya tidak melanggar ketentuan syariah, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan praktek riba, gharar dan maysir. Dalam praktek syariah maka Manajer Investasi bertindak sesuai dengan perjanjian atau aqad wakalah. Manajer investasi akan menjadi wakil dari investor untuk kepentingan dan atas nama investor. Sebagai bukti penyertaan dalam reksadana syariah maka investor akan mendapat unit penyertaan dari reksadana syariah.

5.      Hikmah Investasi Syariah
Diantara hikmah yang dapat kita peroleh ketika kita berinvestasi syariah antara lain yaitu:
a.       Mendapat Ridho Allah SWT
b.      Mendapat rahmat Allah SWT
c.       Menjauhkan kita dari sikap dzalim-mendzalimi.
d.      Menambah keimanan kita kepada Allah SWT
e.       Sukses Dunia-Akhirat
f.       Pendistribusian kemakmuran sesuai peritah Allah terlaksana
g.      Rezeki yang halal
h.      Terhidarkan dari unsure magrib (maysir, gharar, dan riba)




[1]Abdul Halim.2005.Analisis Investasi, Jakarta: Salemba Empat.hal. 4.
[2] Ibid,
[3]Dumairy.1996.Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.hal.4
[4]Ibid,
[5]Novianty Avionita Jenis-Jenis resiko dalam Investasidalam http://nh0vi3.blog.esaunggul.ac.id/2012/03/27/jenis-jenis-resiko-dalam-investasi/dikutip 03 April 2013 pada 07.41.
[6]Suudiyono, Yahya. 2008.Manajemen Investasi Syariah.Yogyakarta:BPFE-YOGYAKARTA.hal.12.
[7]Suparmoko.2000.Pokok-Pokok Ekonomika.Yogyakarta:BPFE-YOGYAKATA.hal.15.
[8]Muslich.2004.Etika Bisnis Islami.Yogyakarta: CV Adipura.hal. 51-52.
[9]Adiwarman A. Karim.1998.Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontenporer,edisi pertama.Jakarta: Gema Insani.hal. 140.
[10]Muhammad.2004.Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004. hal. 24.  
[11]Departemen Agama RI.1990.Al-Qur’an dan Terjemahnya.Jakarta:Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah Al-Qur’an.
[12]Burhanuddin S.2011.Hukum Bisnis Syariah.Yogyakarta: UII Press. hal. 228.
[13]Frank E. Fogel. et al.2007.Hukum Keuangan Islam, Konsep Teori Dan Praktik.Bandung: Nusamedia.hal. 198.
[14] Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar