Kamis, 08 November 2012

al-Ijarah

A.    Pengertian Ijarah
Secara bahasa ijarah digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti "imbalan terhadap suatu pekerjaan" (الجزاء على العمل) dan "pahala" (الثواب) Dalam bentuk lain, kata ijarah juga biasa dikatakan sebagai nama bagi al-ujrah[1] yang berarti upah atau sewa (الكراء). Dalam perkembangan kebahasaan berikutnya, kata ijarah itu dipahami sebagai "akad" (العقد), yaitu akad (pemilikan) terhadap berbagai manfaat dengan imbalan (العقد على المنافع بعوض) atau akad pemilikan manfaat dengan imbalan.[2]
Sedangkan menurut istilah ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa di ikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.[3]  Jadi dapat disimpulkan ijarah adalah akad antara bank (mu’ajjir) dengan nasabah (mutta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik bank dan bank mendapat imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.

B.     Dasar Hukum Ijarah
  1. Al- Qur’an
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 233:
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآءَاتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرُُ {233}
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS.al-Baqarah:233)

b.      Al-Hadits
أعطواالأجيرأجره قبل ان يجف عرقه
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)

C. Rukun Ijarah
1.      Mu’jar(orang/barang yang disewa).
2.      Musta’jir (orang yang menyewa).
3.      Sighat (ijab dan qabul).
4.      Upah dan manfaat [4].

D. Syarat Ijarah
1. Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal.
2. Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna.
4. Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak
    Bercacat.
5. Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa
   Disewakan.
6.Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
7. Upah/sewa dalam akad harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.

E. Macam-Macam Ijarah
Pembagian ijaraħ biasanya dilakukan dengan memperhatikan objek ijarah tersebut. Ditinjau dari segi objeknya, akad ijarah menurut ulama fiqih dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Ijarah ‘ala al-manafi’ (Sewa-menyewa)
Sewa menyewa adalah praktik ijarah yang berkutat pada pemindahan manfaat terhadap barang. Barang yang boleh disewakan adalah barang-barang mubah seperti sawah untuk ditanami, mobil untuk dikendarai, rumah untuk ditempati. Barang yang berada ditangan penyewa dibolehkan untuk dimanfaatkan sesuai kemauannya sendiri, bahkan boleh disewakan lagi kepada orang lain.[5]
Apabila terjadi kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu’jir) dengan syarat kecelakaan tersebut bukan akibat dari kelalaian penyewa (musta’jir). Apabila kerusakaan benda yang disewakan itu, akibat dari kelalaian penyewa (musta’jir) maka yang bertanggung jawab atas kerusakan barang tersebut adalah penyewa itu sendiri. [6]
2. Upah mengupah
Upah mengupah disebut juga dengan jual beli jasa. Misalnya ongkos kendaraan umum, upah proyek pembangunan, dan lain-lain. Pada dasanya pembayaran upah harus diberikan seketika juga, sebagaimana jual beli yang pembayarannya waktu itu juga. Tetapi sewaktu perjanjian boleh diadakan dengan mendahulukan upah atau mengakhirkan. Jadi pembayarannya sesuai dengan perjanjiannya. Tetapi kalau ada perjanjian, harus segera diberikan manakala pekerjaan sudah selesai.

F. Fitur dan Mekanisme
a)      Hak Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir), yaitu memperoleh pembayaran sewa biaya lainnya dari penyewa (musta’jir) dan mengakhiri akad ijarah serta menarik objek ijarah apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
b)      Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa antara lain, yaitu:
1.      Menyediakan objek ijarah yang disewakan.
2.      Menanggung biaya pemeliharaan objek ijarah.
3.       Menjamin objek ijarah yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi
         dengan baik.
c)      Hak penyewa (musta’jir), antara lain meliputi:
1.      Menerima objek ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan.
2.      Menggunakan objek ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-
         persyaratan yang diperjanjikan.


d)      Kewajiban penyewa antara lain meliputi:
1.      Membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan.
2.      Mengembalikan objek ijarah apabila tidak mampu membayar sewa.
3.      Menjaga dan menggunakan objek ijarah sesuai yang diperjanjikan.
4.      Tidak menyewakan kembali atau tidak memindahtangankan objek ijarah kepada
         pihak lain.

G.Objek Ijarah
            Objek ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain: [7]
1.      Objek ijarah merupakan milik dan dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir).
  1. Manfaat objek ijarah harus dapat dinilai.
  2. Manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir).
  3. Pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan).
  4. Manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas.
  5. Spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
H. Sifat dan Hukum Akad Ijarah
            Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
            Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.

I. Berakhirnya Akad Ijarah
1. Objek hilang atau musnah.
2. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.
3.  Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad.
4.  Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang boleh membatalkan akad ijarah hanyalah apabila obyeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

J. Keuntungan dan Kerugian Adanya Sewa Menyewa
Keuntungan adanya sewa menyewa :
1.      Adanya sewa-menyewa bisa membantu orang mengambil manfaat dari yang disewakan tersebut.
2.      Membantu orang yang tidak mampu membeli barang, jadi dengan adanya sewa ini orang tersebut bisa menyewa barang itu.
3.      Penyewa tidak dibebani biaya-biaya yang diperlukan kepada pemiliknya untuk menyerahkan barang jika barang tersebut rusak.
Kerugian adanya sewa menyewa :
1. Bila barang rusak maka yang menanggung resiko adalah pemilik barang.
2. Resiko yang ditanggung tak sebanding dengan harga sewa.

K. Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah
            Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing. Akan tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahiya bit-Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya[8].
Contoh  praktek ijarah muntahiya bittamlik dengan hibah pada perbankan adalah sebagai berikut: Bapak Urfan berniat memiliki mobil untuk kepentingan pribadi seharga Rp 120.000.000 padahal saat itu ia hanya memiliki dana Rp 30.000.000. untuk mengatasi permasalahannya, Bapak Urfan pergi ke bank syari’ah untuk mencari solusi. Bagaimana skim yang akan diterima oleh Bapak Urfan?(asumsi: ekspektasi keuntungan bank adalah 12%/tahun).
Untuk masalah diatas, bank dapat menawarkan skim ijarah muntahia bittamlik dengan hibah. Pada skim ini, bank membeli terlebih dahulu objek yang diinginkan oleh nasabah dari suplier. Objek tersebut kemudian  diijarahkan kepada nasabah dengan menggunakan skim ijarah muntahia bittamlik. Pada akhirnya masa sewa, bank akan menghibahkan barang dimaksud kepada nasabah sehingga terjadi proses perpindahan kepemilikan dari bank kepada nasabah. Pada skim ini, angsuran sewa dipastikan telah meliputi seluruh harga pokok barang dimaksud. [9]
Dengan data diatas maka diperoleh skim  alternatif sebagai berikut:
·      Perhitungan bank:
Harga beli mobil oleh bank                 =  Rp 120.000.000
Residual value                                     =  Rp 0
Keuntungan yang diharapkan bank    = Rp 120.000.000x12%/thnx2thn
                                                            = 28.800.000
                        (catatan: uang muka dalam sewa tidak dikenal)
 Harga sewa                                          = Rp 120.000.000 + Rp 28.800.000
                                                              = Rp 148.800.000 (untuk 2 thn)
 Angsuran sewa per bulan                     = Rp 148.800.000/24
                                                              = Rp 6.200.000
          Karena nasabah telah memiliki dana sebesar Rp 30.000.000, bank dapat mensyaratkan pembayaran sewa di muka untuk 4 bulan pertama, yakni sebesar Rp 24.800.000. namun, hal ini juga termasuk kebijakan bank. Dengan pertimbangan tertentu, bank juga dapat memberikan fasilitas pembayaran sewa per bulan tanpa pembayaran sewa di muka.
·           Skim untuk nasabah:
Jenis fasilitas                                           : Ba’i wal ijarah muntahia bittamlik dengan hibah
Angsuran sewa 9 bulan pertama          : Rp 24.800.000
Angsuran sewa                                     : Rp 6.200.000/bulan
Akhir masa sewa                                  : Barang dihibahkan.


[1] Al-Syihab al-Din dan Amirah Qalyubi, Qalyubiy wa Amirah, ( Beyrout-liban: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah, 2003), Juz III, Hal 106
[2] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001). hal 121
[3]  Andri Soemitra, MA.“Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta: Kencana 2009 Ed.1 Cet.1 hlm.349
[4] Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah hlm. 57
[5] Ibid, hal 64
[6] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 122
[7] Andri Soemitra,MA. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta: Kencana 2009 Ed.1 Cet.1 hal.350
[8] Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik, 2001, Jakarta: Gema Insani. Hal: 118
[9] Sunarto Zulkifli, Perbankan Syari’ah, ( Jakarta: Zikrul Hakim, 2007). Hal: 67-69