Minggu, 01 Juli 2012

Musyarakah



1. Pengertian Musyarakah

Al Musyarakah (partnership) adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al Musyarakah termasuk kedalam akad tijarah (for profit transaction).
Definisi syirkah atau musyarakah menurut istilah terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:[1]
  • Menurut Hanafiah: Syirkah adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat di dalam modal dan keuntungan.
  • Menurut Malikiyah: Syirkah adalah persetujuan untuk melakukan tasarruf bagi keduanya beserta diri mereka, yakni setiap orang yang berserikat memberikan persetujuan kepada teman serikatnya untuk melakukan tasarruf terhadap harta keduanya di samping masih tetapnya hak tasarruf bagi masing-masing peserta.
  • Menururt Syafi’iyah: Syirkah menururt syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama.
  • Menurut Hanabilah: Syirkah adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasarruf.
  • Dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith di kemukakan: Syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan secara bersama-sama.

2. Dasar Hukum (Landasan Syariah)
  1. Al qur’an[2]
Adapun dasar hukum dari musyarakah, antara lain terdapat di dalam firman Allah dan hadist nabi.
Dalam firman Allah pada Surat An-Nisa ayat 12 yang berbunyi ;
فان كانوا اكثر من ذلك فهم شركاء في الثلث .(النساء : 12)
yang artinya:
“Dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu”.Ayat ini, menurut mereka berbicara tentang perserikatan harta dalam pembagian warisan. Dalam ayat lain Allah berfirman:
وان كثيرا من الخلطاء ليبغي بعضهم على بعض. (ص: 24) .
Yang artinya:
“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh dan amat sedikit mereka ini…(QS Shad, 38:24)

B. Hadist
Disamping ayat ayat dalam al qur’an diatas, dijumpai pula sabda Rasulullah SAW membolehkan akad asy-syirkah. Dalam sebuah hadis Qudsi Rasulullah SAW mengatakan:
عن أبي هريرة, رفعه قال : ان الله يقول : أ نا ثالث الشركين, مالم يخن أحدهما صاحبه, فاذا خانه خرجت من بينهما (رواه أبوا داود والحاكم عن أبي هريرة)

Artinya :Dari Abu Huraira, ia merafa’kannya kepada Nabi, beliau bersabada: Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang. Selama salah seorang di antara keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu.
(HR Abu Daud dan al-Hakim dari Abi Hurairah)[3]
Dalam hadis lain Rasulullah SAW juga bersabda:
يد الله على الشريكين ما لم يتخاونا (رواه البخاري)

Artinya : Allah akan ikut membantu doa untuk orang yang berserikat, selama di antara mereka tidak saling mengkhianati. (HR al-Bukhari).
Atas dasar ayat dan hadis di atas para ulama fiqh menyatakan bahwa akad asy-syirkah atau musyarakah mempunyai landasan yang kuat dalam agama islam.
  1. Ijma
Ibnu Qudama dalam kitabnya Al-Mughni berkata, “kaum muslimin telah berkonsensur terhadap legitimasi masyarakat secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

3. Rukun dan Syarat
  1. Rukun
Rukun merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu transaksi (necessary condition), begitu pula pada transaksi yang terjadi pada kerja sama bagi hasil al-Musyarakah. Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada tiga.yaitu:[4]
  1. Pelaku, bisa berupa penjual dan pembeli (dalam kad jual beli), penyewa-pemberi sewa (dalam akad sewa-menyewa), dan dalam hal ini pemberi modal-pelaksana usaha (dalam akad al-Musyarakah)
  2. Objek, dari semua akad diatas dapat berupa uang, barang atau jasa. Tanpa objek transaksi, mustahil transakasi akan tercipta.
  3. Ijab-kabul, adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransakasi.
  1. Syarat
Syarat adalah sesuatu yang keberadaanya melengkapi rukun (sufficient condition)[5].Bila rukun dipenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak).Demikian menurut mazhab hanafi. Seperti syarat berikut:
1.      Perserikatan itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan. Artinya, salah satu pihak jika bertindak secara hukum terhadap objek perserikatan itu dengan izin pihak lain, dianggab sebagai seluruh wakil pihak yang berserikat.
2.      Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
3.      Presentase pembagian keuntungan untuk masin-masing pihak yang berserikat dijelaskan ketika berlangsungnya akad. Keuntungan itu diambil dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain.
4.      Modal, harga barang dan jasa harus jelas.
5.      Tempat penyerahan (delivery)harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
6.      Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.

4. Ketentuan-ketentuan yang Terkait

Ketentuan umum pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:
  1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek muyarakah.
  2. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan konstribusi modal.
  3. Proyek yang dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.
5. Berakirnya
Berakhirnya kerja sama bagi hasil al-Musyarakah apabila dalam transaksi tersebut terdapat kemungkinan, menjadi haram atau akadnya yang tidak sah, serta pemilik modal atau pelaksana usaha yang melakukan tindakan  seperti faktor-faktor berikut ini:[6]
  1. Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akad 1 tergantung akad 2. Contohnya A menjual barang X seharga Rp. 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp. 100 juta. Dalam terminology fiqih, kasus diatas disebut bai’al’inah.dan hal ini haram untuk dilakukan.
  2. Two in one, adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminology fiqih, kejadian ini disebut shafqatain fi al-shafqah. Two in one terjadi apabila, objek sama, pelaku sama, dan jangka waktu sama.
  3. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
  4. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
  5. Memberi pinjaman kepada pihak lain.
  6. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
  7. Salah satu pihak menarik diri dari perserikatan, krena menurut pakar fiqh, akad perserikatan itu tidak bersikat mengikat, dalam artian tidak boleh dibatalkan.
  8. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
  9.  Salah satu pihak yang berserikat menjadi tidak cakap hukum (seperti gila yang sulit disembuhkan).
  10. Salah satu pihak murtad (keluar dari agama Islam) dan melarikan diri ke negeri yang berperang dengan negeri muslim; karena orang seperti ini dianggap telah wafat.
6. Macam-macam Al Muyarakah
a. Musyarakah Kepemilikan
Tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainya yang mengakibatkan pemilik satu dimiliki oleh dua orang atau lebih.Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
b.    Musyarakah Akad
Tercipta karena adanya kesepakatan dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Al muyarakah ini terdapat lima macam, yaitu:
1. Syirkah al-inan yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang tidak sama misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. Y. Sehingga keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah. Sedangkan, kerugian dibagi berdasarkan besarnya proporsi modal yang ditanamkan dalam syirka tersebut.[7]
2.Syirkah mufawadha yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama, misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. X.  Sehingga keuntungan serta kerugian yang dibagi masing-masing pihak jumlahnya sama.
3. Syirka al-A’maal/ Abdan yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama tetapi berupa jasa misalnya dua orang arsitek yang menggarap sebuah proyek maka, keuntungan dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.  Sedangkan kerugian, kedua belah pihak sama-sama menanggung yaitu dalam bentuk hilangnya segala jasa yang telah dikonstribusikan.
4. Syirkah Wuju yaitu kontrak dua orang ataua lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, mereka membeli barang secara kredit dari satu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan jaminan tersebut.Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut musyarakah piutang.Keuntungan dibagi berdasararkan keputusan nisbah masing-masing pihak.Sedangkan kerugian, hanya pemilik modal saja yang menanggung kerugian financial yang terjadi.Pihak yang menyumbangkan reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung kerugian financial, karena tidak mnyumbangkan modal financial apapun. Namun demikian, pada dasarnya ia tetap menanggung kerugian pula., yakni jatuhnya reputasi/nama baik.[8]
5.Syirkah mudharabah yaitu yirkah yang apabila terjadi keuntungan maka dibagi hasil sesuai nisbah yang disepakati kedua belah pihak yaitu pemilik modal serta pelaku usaha. Namun, apabila rugi maka akan terjadi perbedaan yaitu penyandang modal (shahib al-maal) = berupa kerugian financial, sedangkan pihak yang meengkonstribusi jasa (mudharib) = berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah ian kerahkan tanpa mendapatkan imbalan apapun. Biasanya pembahasan  syirkah mudharabah akan mendapatkan tersendiri secara lebih terperinnci menurut para ulama.

7. Aplikasi  dalam lembaga keuangan syariah saat ini[9]
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Secara spesifik bentuk konstribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan (tranding aset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau intangible asset (seperti hak paten goodwill), kepercayaan/reputasi (credit/worthiness) dan barang-barang lainya yang dapat dinilai dengan uang.
7.    a. Seperti aplikasi dalam perbankan berikut:
1.    Pembiayaan proyek
al-musyarokah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
2.    Modal ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam perusahaan, al-musyarokah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya baik secara singkat maupun bertahap.
7.b. manfaat al-musyarokah dengan bank
                     Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarokah ini, diantaranya sebagai berikut.
            Manfaat­ al-musyarokah :
1.    Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2.    Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapat/ hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3.    Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4.    Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan diberikan.
5.    Prinsip bagi hasil dalam modhorobah/musyarokah  ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
7.c. Resiko musyarakah dalam bank
Resiko yang terdapat dalam musyarakah, terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan, relatif  tinggi, yaitu sebagai berikut:
1.      Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2.      Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3.      Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarokah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:














[1]Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Amzah: Jakarta, 2010, hal 340-341
[2] Dr. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pertama: Jakarta, 2007, hal 166-167
[3]. Abu Daud, sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajstani, sunan Abu Daud, juz 3, Dar Fikri, Bairut, t.t, hlm.256
[4]. Adiwarman.”Bank islam Analisis Fiqh” (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2007),283
[5]. Adiwarma Karim. Bank Islam: Analaisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada:2007, hal 47 


[6]. Nasrun Haroen.”Fiqh Muamalah” (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007).hal 175-176
[7]Wahbah az-zuhail, “al-fiqhu al-islami waadilatuhu(Damaskus:Darul-al-Fikri,1997),cetakan IV, hal 3881
[8].Adiwarma Karim. Bank Islam: Analaisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada:2007, hal 77

[9]Moh. Syafi’i Antonio,”Bank Syariah dari Teori ke Paktek”(Jakarta:Gema Insani,2001)hal93-94