Senin, 04 November 2013

SUKUK



A.    Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bentuk jamak dari bahasa Arab sak atau sertifikat.[1] Atau dalam AAOIFI (Akuntansi dan Auditing Organisasi untuk Instansi Keuangan Islam) mengartikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.[2]
Pendapat lain mengartikan sukuk sebagai sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian kepemilikan sepenuhnya terhadap aset yang tangible, manfaat dan jasa atau (kepemilikan dari) aset dari suatu proyek atau aktivitas investasi khusus.[3]
Dan pendapat mengenai pengertian sukuk yang kami ambil dari fatwa DSN nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.[4] Pendapat tersebut dalam buku yang ditulis oleh M. Nafik dalam Bursa Efek dan Investasi Syariah menyebutkan bahwa memang saat ini sukuk disamakan dengan obligasi syariah. Pengertian sukuk menurut DSN yang dimuat dalam Republika Online di atas adalah pengertian dari obligasi syariah.
Sampai saat ini masih seringkali sukuk disamakan dengan obligasi syariah. Pengertian obligasi syariah adalah surat utang dari suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu yang sangat bervariasi tergantung kekuatan bisnis penerbitnya.[5]
Karakteristik sukuk yang banyak dikenal di Indonesia tidak berbeda juga dengan karakteristik sukuk secara interanasional. Berikut karakteristik sukuk:
1.      Merupakan bukti kepemilikan suatu asset berwujud atau hak manfaat (beneficial title)
2.      Pendapatan berupa imbalan (kupon), margin, dan bagi hasil, sesuai jenis aqad yang digunakan
3.      Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir
4.      Penerbitannya melalui special purpose vehicle (SPV)
5.      Memerlukan underlying asset
6.      Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.[6]

B.     Asal Usul Sukuk
Asal mula lahirnya sukuk berasal dari suatu pemikiran dari keseluruhan sistem Islam bahwa alternatif  yang berlandaskan syariah keberadaannya seharusnya merupakan alternatif terhadap aktivitas yang tidak berlandaskan syariah, yang selalu berlanjut sepanjang masa dan diakui, yang diartikan oleh umat manusia pada seluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini para sarjana muslim selama bertahun-tahun telah memberikan pemikiran mendasar, untuk mencari alternative Islam terhadap instrument keuangan konvensial yang dapat diperdagangkan. Fakta empiris membuktikan dan menyimpulkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan konvensional lainnya.[7]
Asal mula produk adalah hasil dari keputusan pertama dari Dewan Perundang-undangan Islam (IJC) yaitu “bahwa kombinasi asset tertentu (atau manfaat dari asset tersebut) dapat diwakili dalm bentuk instrument pembiayaan tertulis yang dapat dijual pada harga pasar dengan ketentuan bahwa komposisi kelompok asset yang diwakili oleh sukuk mayoritas terdiri dari asset yang tangible.[8]
Penerapan oleh IJC di atas dipandang sebagai terobosan syariah untuk kepentingan umat muslim di dunia. Keputusan tersebut diikuti juga dengan periode pembangunan teori dan model, pada tahun 2001 pertama kalinya program sukuk  di launching di pasar. Setelah itu banyak perusahaan yang menerbitkan sukuk.
BMA (Bahrain Monetary Agency) pada bulan Juni 2001 perdana mengeluarkan sukuk salam  jangka pendek (91 hari) seniali 25 juta $ Amerika dan diterima dengan baik di pasar. Selanjutnya BMA melanjutkan program sukuk salam-nya dengan sukuk ijarah berjangka panjang sebelum Malaysia pada bulan Juni 2002. Begitu juga dengan Qatar pada tahun 2003 untuk menangkap pasar Internasional dengan menawarkan sukuk mega sovereign.
Di banyak Negara nonmuslim, instrument sukuk memang semakin banyak diadopsi. Perusahaan atau lembaga keuangan di Negara nonmuslim yang sudah menerbitkan sukuk dalam lima tahun terakhir di antaranya: Sachsen-Anhalt di Jerman menerbitkan sukuk sebesar 100 juta Euro pada Tahun 2004, East Cameron di AS menerbitkan sukuk sebesar USD 165 juta pada Tahun 2006. Pada Tahun yang sama, Japan Bank International Corporation (JBIC) menerbitkan sukuk USD 300-500 juta dan Chinese Power di China menerbitkan sebesar USD 250 juta. Sedangkan Aston Martin di Inggris menerbitkan sukuk sebesar USD 225 juta pada tahun 2007.[9] Dapat dilihat bahwa perkembangan sukuk ditahun – tahun awal lahir sampai sekarang sangat pesat perkembangannya, dan banyak perusahaan dari Negara muslim atau nonmuslim yang tertarik menggunakan sukuk. Bahkan diramalkan pada masa mendatang, sukuk juga diterbitkan oleh Negara –Negara lain seperti Inggris, Thailand, dan Hong Kong.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sukuk saat ini sangat fenomenal dan bersifat lintas agama, budaya dan bangsa. Dan sukuk yang terlahir dari ajaran Islam menjadi sangat universal dan dapat diterima oleh semua masyarakat di dunia.

C.    Jenis Sukuk
Dalam buku Bursa Efek dan Investasi Syariah oleh M. Nafik Hadi Ryandono pembedaan sukuk dapat dibedakan menjadi tiga jenis di antaranya adalah jenis akad yang dipakai, pembayaran pendapatan yang akan dibagikan pada pihak – pihak yang berakad dan basis pembiayaan serta multiple sukuk.
1.   Berdasarkan Jenis Akad
              Berdasarkan jenis akadnya, sukuk dibedakan menjadi enam macam sebagai berikut:
a.      Sukuk Murabahah
              Sukuk Murabahah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan akad murabahah.  Sukuk murabahah di perdagangkan di pasar. Sukuk murabahah dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten), pemerintah, atau institusi lainnya, yang mewajibkan pihak mengeluarkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil marjin keuntungan serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[10]
b.      Sukuk Mudharabah
              Sukuk Mudharabah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan sisten akad mudharabah. Sukuk Mudharabah dapat juga didefinisikan sebagai suatau surat berharga berisi akad pembiyaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten), pemerintah atau institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengelurkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari hasil pengelolahan dana yang telah disetorkan oleh pemilik dana serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[11]
c.       Sukuk Musyarakah
              Sukuk Musyarakah adalah surat berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan akad musyarakah. Sukuk Musyarakah dapat juga didefinisikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten) pemerintahan atau institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengeluarkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari hasil pengelolaan dana kontribusi dari pihak – pihak yang berakad serta dibayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.[12]
d.      Sukuk Salam
              Sukuk salam adalah surat berharga yang berisi akad pembiyaan yang menggunakan akad salam. Sukuk salam dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan yang mengeluarkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk. Biasanya berupa bagi hasil dari marjin keuntungan serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[13]
e.       Sukuk Istishna’
              Sukuk Istishna’ adalah surat berharga yang berisi akad pembiyaan yang menggunakan akad istishna’. Sukuk istishna’ dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten) pemerintahan atau institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengeluarkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil dari marjin keuntungan serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[14]
              Definisi sukuk istishna’ juga hampir sama dengan definisi sukuk salam. Pada dasarnya, kedua akad tersebut hampir sama juga. Hanya cara penyerahan pembiayaannya yang membedakannya. Pada akad salam pemnyerahan pembiayaannya terjadi pada awal akad. Namun jika pada akad istishna’ pembayarannya pada akhir periode akad atau secara angsuran.
f.        Sukuk Ijarah
              Sukuk ijarah adalah pembiyaan yang menggunakan akad ijarah. Sukuk ijarah  dapat  juga   diartikan  sebagai  surat  berharga  yang  berisi  akad pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten) pemerintahan atau institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengeluarkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa fee dari hasil pembayaran menyewakan aset serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[15]
2.   Berdasarkan Pembagian atau Pendapatan Hasil
              Berdasarkan pada pembagian atau pembayaran hasil maka sukuk dapat dibagi menjadi tiga jenis.
a.      Sukuk Marjin
              Sukuk Majin adalah sukuk yang pembayaran pendapatannya bersumber dari marjin keuntungan akad jual beli. Sukuk ini terdiri dari sukuk murabahah, sukuk salam dan sukuk istishna’.
b.      Sukuk Fee
              Sukuk fee adalah sukuk yang membayarkan pendapatannya bersifat tetap karena bersumber dari pendapatan tetap dari sewa atau fee, yaitu sukuk ijarah.
c.       Sukuk Bagi Hasil
              Sukuk Bagi Hasil adalah sukuk yang pembayaran pendapatannya berdasarkan bagi hasil dari hasil yang diperoleh dalam menjalankan usahanya yang dibiayai, yaitu sukuk mudharabah dan sukuk musyarakah.[16]
3.   Berdasarkan Basis Pembiayaan
Berdasarkan basis asetnya sukuk dapat dibagi menjadi dua jenis.
a.      Sukuk Aset
Sukuk asset adalah pembiayaan yang berbasis pada asset. Sukuk yang termasuk dalam sukuk asset adalah sukuk salam. Contohnya pembiayaan produksi pertanian, sukuk istishna’ contohnya proyek konstruksi gedung dan perumahan, atau infrastruktur lainnya, sukuk murabahah contohnya pada usaha perdagangan, pembiayaan bahan baku produksi, sukuk ijarah contohnya leasing.
b.      Sukuk Penyertaan atau Sukuk Equity
Sukuk penyertaan atau sukuk equity adalah pembiayaan yang berbasis pada penyertaan modal. Sukuk yang termasuk dalam sukuk equity adalah sukuk mudharabah atau lebih dikenal pembiayaan bisnis (business financing) dan sukuk musyarakah atau dikenal sebagai kerjasama kemitraan (joint venture).[17]

D.    Keistimewaan Sukuk
  Dengan mengamati berbagai sifat umum mengenai sukuk, dapat dilihat bahwa sukuk memiliki kualitas yang sama dengan semua pasar lain yang berorientasi aseet keuangan konvensional, termasuk hal – hal berikut[18]:

Dapat diperdagangkan
Sukuk mewakili pihak pemilik aktual dari aset yang jelas, manfaat aset atau kegiatan bisnis dan juga dapat diperdagangkan pada harga pasar.
Dapat diperingkat
Sukuk dapat diperingkat dengan mudah oleh Agen Pemberi Peringkat regional dan internasional.
Dapat ditambah
Sebagai tambahan terhadap aset utama atau kegiatan bisnis, sukuk dapat dijamin dengan bentuk kolateral berlandaskan syariah lainnya.
Fleksibelitas hukum
Sukuk dapat distruktur dan ditawarkan secara nasional dan global dengan pajak yang berbeda
Dapat ditebus
Struktur sukuk diperbolehkan untuk kemungkinan penebusan.

Keistemewaan lain yang ada pada sukuk dalam referensi yang berbeda adalah:
1.      Memberikan penghasilan berupa imbalan atau n isbah bagi hasil yang kompetitif dibandingkan dengan instrumen keuangan lain.
2.      Pembayaran imbalan dan nilai nominal sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh Pemerintah.
3.      Dapat diperjual belikan di pasar  sekunder.
4.      Memungkinkan diperolehnya tambahan pengahasilan berupa margin (capital again).
5.      Aman dan terbebas dari  riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysir (gambling).
6.      Berinvestasi sambil mengikuti dan  melaksanakan ajaran Islam.

E.     Masalah Sekuritas Sukuk
-          Tingkat return yang dipastikan pada sukuk
Tingkat return pada sebagian besar sukuk secara pasti disetujui di awal bahkan tanpa proporsi tertentu untuk jaminan pihak ketiga. Beberapa sukuk yang diterbitkan menjadi sasaran kritikan tajam disebabkan karena keterlibatannya dari bay’ al-inah, bay’ al-dayn dan sifat-sifat landasan nonsyariah yang membuat sukuk sama dengan obligasi berdasarkan buka. Bay’ al-inah merupakan penjualan dua kali di mana pinjam dan orang yang meminjam menjual dan kemudian menjual kembali suatu objek di antara mereka sekali untuk tujuan memperoleh uang tunai dan sekali lagi untuk tujuan harga yang lebih tinggi berdasarkan kredit, dengan hasil bersih dari suatu pinjaman dengan bunga.
Menurut aturan syariah, pemegang sukuk secara bersama memiliki resiko terhadap harga aset dan biaya-biaya yang terkait dengan kepemilikan dan bagian dari uang sewanya dengan melakukan sewa pada pengguna tertentu.
-          Bay’ al Dayn
Perdagangan pasar sekunder untuk sekuritas Islam dimungkinkan melalui bay’ aldayn sebagaimana berbagai kasus di Malaysia yang didasarkan pada sukuk. Akan tetapi, jumhur ulama tidak menerima keadaan ini karena utang yang diwakili oleh sukuk didukung oleh aset-aset utama. Ahli-ahli hukum muslim tradisional dengan suara bulat menyatakan bahwa bay’al-dayn dengan diskon tidak diperbolehkan dalam syariah.
-          Risiko Sukuk
Secara umum, risiko pada sukuk mirip dengan risiko obligasi konvensional karena keduanya merupakan instrumen pada pasar modal. Menurut Chartered Financial Analyst (2007), risiko-risiko yang dihadapi investor sukuk sebagai berikut:
1.         Risiko Tingkat Pengembalian (Rate of Return Risk)
                 Risiko tingkat pengembalian ada pada semua tipe sukuk dengan pengembalian tetap (fixed rate). Imbal hasil yang mengacu pada LIBOR atau benchmark konvensional lainnya membuat return pada sukuk dipengaruhi suku bunga. Sedangkan pada akad mudharabah, imbal hasil sangat bergantung pada kinerja perusahaan yang  dapat naik dan turun.
2.         Risiko Kredit (Credit Risk)
                 Risiko kredit pada sukuk ijarah dihadapi oleh investor disebabkan kegagalan pembayaran (default) atas sewa underlying asset. Kecenderungan default menjadi lebih besar karena mekanisme penjadwalan ulang atas hutang dengan imbal hasil/suku bunga lebih tinggi tidak diperbolehkan dalam hukum Islam. Risiko kredit pada sukuk harus dinilai secara independen khususnya jika pemberi pinjaman memiliki alternatif penggantian lain ketika underlying asset tidak dapat menutupi kerugian yang terjadi.
3.         Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Rate Risk)
                 Risiko nilai tukar dapat terjadi jika return atas pengelolaan underlying asset diberikan dalam mata uang asing. Penerbit dapat menghitung dan memberikan jaminan atas risiko tersebut dalam rangka melindungi investor dari pergerakan nilai tukar.
4.         Risiko Tingkat Harga (Price/Collateral Risk)
                 Risiko tingkat harga terjadi ketika spesifikasi aset yang tercermin pada nilai penerbitan  sukuk yang diajukan berbeda dengan  nilai pasar sesungguhnya dan laporan atas nilai underlying asset. Sukuk ijarah paling rentan menghadapi risiko ini karena aset yang disewakan dapat mengalami depresiasi hingga dibawah harga pasar. Pengelolaan yang baik atas aset menjadi faktor penting dalam menghadapi risiko ini.
5.         Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
                 Pertumbuhan pasar sekunder yang lambat membuat investor sukuk menghadapi risiko likuditas. Kecenderungan membeli dan menahan (buy and hold)  pada mayoritas investor sukuk membuat mekanisme transfer kepemilikan sukuk tidak efisien. Hal ini terjadi pula pada Sukuk Salam, dimana aset yang mewadahi kontrak merupakan komoditas pertanian. Sehingga perdagangan pada sekuritas tersebut menimbulkan unsur spekulasi. Zero Coupon Sukuk seperti Sukuk Istisna dan Murabahah juga tidak dapat diperdagangkan dipasar sekunder karena mirip dengan jual beli hutang (bai ad-dayn) yang dilarang oleh mayoritas ulama.
6.          Risiko Kepatuhan Syariah (Sharia Compliance Risk)
                 Perkembangan pasar yang pesat memungkinkan adanya struktur sukuk yang tidak memenuhi aspek syariah. Standarisasi dan perhatian atas aturan-aturan syariah pada sukuk dibuat dalam rangka melindungi investor muslim dari praktek-praktek yang prinsip-prinsip Islam.[19]

F.     Tinjauan Umum Sukuk
           -  Landasan Teori  Sukuk
Sukuk (صُكُوْك) adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk jamak (plural) dari kata ‘Sakk’ (صَكَّ), yang berarti dokumen atau sertifikat. Pada abad pertengahan abad 20, sukuk lazim digunakan oleh para pedagang muslim sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari perdagangan dan aktivitas komersial lainnya.[20]
Berdasarkan Standar Syariah The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) No. 17 tentang Investment Sukuk (Sukuk Investasi), Sukuk didefinisikan sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti atas bagian kepemilikan yang tak terbagi terhadap suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa, atau atas kepemilikan suatu proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam–LK) Nomor KEP-181/BL/2009, Sukuk didefinisikan sebagai Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas :
a.       Kepemilikan aset berwujud tertentu
b.      Nilai manfaat dan jasa atas asset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu
c.        Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, Sukuk (Obligasi Syariah) didefinisikan sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Ada pula yang menyebut sukuk dengan istilah obligasi syariah. Menurut para pakar tentang pengertian obligasi syariah: Obligasi syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban yang timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat secara periodik menurut akad.
      -   Aspek Legal Sukuk
a.       Landasan Syariah
Landasan syariah yang digunakan oleh para penerbit (issuer) baik itu sukuk Negara ataupun sukuk korporasi (Fatwa DSN MUI) adalah didasarkan pada :
1)  Al-Qur’an [21]
a)  Al-Baqarah: 275
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan riba dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
b)  Q.S. Al-Maidah: 1
                                    Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...”.

c)  Al-Isra: 34
“... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
2)  Al- Hadits
a) Hadits Nabi riwayat Imam At-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi bersabda: “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengaharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”
b) Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruqiuthni, dan yang lain, dari abu Sa’id al-Khudri, Nabi bersabda; “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”
3)      Kaidah Fiqih
a“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
b“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.





[1] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2010), 265
[2] Ibid, 265
[3] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2007), 123
[4] Diakses dari Republika Online, Berharap dari Sukuk Ritel (6 Februari 2009) diakses tanggal 03 April 2013,  pukul 21.59
[5] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: EKONISIA FE UII, 2004), 221
[6] Mohammad Heykal, Tuntunan dan Aplikasi Investasi Syariah (Jakarta: PT. Gramedia, 2012), 118
[7] Nurul Huda & Mustafa Edwin, Investasi Pada…… 123
[8] Ibid, 123
[9] Mohammad Heykal, Tuntunan….. 114
[10] Muhammad Nafik Hadi Ryandono, Bursa Efek dan Investasi Syariah (Surabaya: Cahaya Amanah, 2008),  356
[11] Ibid, 357
[12] Ibid, 358
[13] Ibid, 358-359
[14] Ibid, 359
[15] Ibid, 360
[16] Ibid, 360-361
[17] IIbid, 361-362
[18] Nurul Huda & Mustafa Edwin, Investasi Pada……124
[20] Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley & Sons Ltd, England, 2007, hal 55
[21] Al-Quran dan terjemahannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar