A.
Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bentuk jamak dari bahasa Arab sak atau sertifikat.[1]
Atau dalam AAOIFI (Akuntansi dan Auditing Organisasi untuk Instansi Keuangan
Islam) mengartikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti
kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu aset, hak manfaat, dan jasa-jasa
atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.[2]
Pendapat lain mengartikan sukuk sebagai sertifikat dengan nilai yang
sama yang mewakili bagian kepemilikan sepenuhnya terhadap aset yang tangible, manfaat dan jasa atau
(kepemilikan dari) aset dari suatu proyek atau aktivitas investasi khusus.[3]
Dan pendapat mengenai pengertian sukuk yang kami ambil dari fatwa DSN nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan
Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk
sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa
bagi hasil margin atau fee, serta
membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.[4] Pendapat tersebut dalam buku yang ditulis oleh M. Nafik dalam
Bursa Efek dan Investasi Syariah menyebutkan bahwa memang saat ini sukuk
disamakan dengan obligasi syariah. Pengertian sukuk menurut DSN yang
dimuat dalam Republika Online di atas adalah pengertian dari obligasi syariah.
Sampai saat ini masih seringkali sukuk disamakan dengan obligasi syariah.
Pengertian obligasi syariah adalah surat utang dari suatu lembaga atau
perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para
investor akan mendapatkan return dalam
bentuk tingkat suku bunga tertentu yang sangat bervariasi tergantung kekuatan
bisnis penerbitnya.[5]
Karakteristik sukuk yang banyak
dikenal di Indonesia tidak berbeda juga dengan karakteristik sukuk secara
interanasional. Berikut karakteristik sukuk:
1.
Merupakan
bukti kepemilikan suatu asset berwujud atau hak manfaat (beneficial title)
2.
Pendapatan
berupa imbalan (kupon), margin, dan bagi hasil, sesuai jenis aqad yang
digunakan
3.
Terbebas
dari unsur riba, gharar, dan maysir
4.
Penerbitannya
melalui special purpose vehicle (SPV)
5.
Memerlukan
underlying asset
6.
Penggunaan
proceeds harus sesuai prinsip syariah.[6]
B.
Asal Usul Sukuk
Asal mula lahirnya sukuk
berasal dari suatu pemikiran dari keseluruhan sistem Islam bahwa
alternatif yang berlandaskan syariah
keberadaannya seharusnya merupakan alternatif terhadap aktivitas yang tidak
berlandaskan syariah, yang selalu berlanjut sepanjang masa dan diakui, yang diartikan
oleh umat manusia pada seluruh aspek kehidupan. Dalam hal ini para sarjana
muslim selama bertahun-tahun telah memberikan pemikiran mendasar, untuk mencari
alternative Islam terhadap instrument keuangan konvensial yang dapat
diperdagangkan. Fakta empiris membuktikan dan menyimpulkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas
oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan, dalam bentuk surat berharga yang
mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan
konvensional lainnya.[7]
Asal mula produk adalah hasil dari
keputusan pertama dari Dewan Perundang-undangan Islam (IJC) yaitu “bahwa
kombinasi asset tertentu (atau manfaat dari asset tersebut) dapat diwakili dalm
bentuk instrument pembiayaan tertulis yang dapat dijual pada harga pasar dengan
ketentuan bahwa komposisi kelompok asset yang diwakili oleh sukuk mayoritas terdiri dari asset yang tangible.[8]”
Penerapan oleh IJC di atas dipandang
sebagai terobosan syariah untuk kepentingan umat muslim di dunia. Keputusan tersebut
diikuti juga dengan periode pembangunan teori dan model, pada tahun 2001
pertama kalinya program sukuk di launching di pasar. Setelah itu banyak
perusahaan yang menerbitkan sukuk.
BMA (Bahrain Monetary Agency) pada
bulan Juni 2001 perdana mengeluarkan sukuk
salam jangka pendek (91 hari)
seniali 25 juta $ Amerika dan diterima dengan baik di pasar. Selanjutnya BMA
melanjutkan program sukuk salam-nya
dengan sukuk ijarah berjangka panjang
sebelum Malaysia pada bulan Juni 2002. Begitu juga dengan Qatar pada tahun 2003
untuk menangkap pasar Internasional dengan menawarkan sukuk mega sovereign.
Di banyak Negara nonmuslim,
instrument sukuk memang semakin
banyak diadopsi. Perusahaan atau lembaga keuangan di Negara nonmuslim yang
sudah menerbitkan sukuk dalam lima
tahun terakhir di antaranya: Sachsen-Anhalt di Jerman menerbitkan sukuk sebesar 100 juta Euro pada Tahun
2004, East Cameron di AS menerbitkan
sukuk sebesar USD 165 juta pada Tahun 2006. Pada Tahun yang sama, Japan Bank International Corporation (JBIC) menerbitkan sukuk USD 300-500 juta dan Chinese Power di China menerbitkan
sebesar USD 250 juta. Sedangkan Aston Martin di Inggris menerbitkan sukuk sebesar USD 225 juta pada tahun
2007.[9]
Dapat dilihat bahwa perkembangan sukuk ditahun
– tahun awal lahir sampai sekarang sangat pesat perkembangannya, dan banyak
perusahaan dari Negara muslim atau nonmuslim yang tertarik menggunakan sukuk. Bahkan diramalkan pada masa
mendatang, sukuk juga diterbitkan
oleh Negara –Negara lain seperti Inggris, Thailand, dan Hong Kong.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sukuk saat ini sangat fenomenal dan
bersifat lintas agama, budaya dan bangsa. Dan sukuk yang terlahir dari ajaran Islam menjadi sangat universal dan
dapat diterima oleh semua masyarakat di dunia.
C.
Jenis Sukuk
Dalam buku Bursa Efek dan Investasi
Syariah oleh M. Nafik Hadi Ryandono pembedaan sukuk dapat dibedakan menjadi tiga jenis di antaranya adalah jenis
akad yang dipakai, pembayaran pendapatan yang akan dibagikan pada pihak – pihak
yang berakad dan basis pembiayaan serta multiple
sukuk.
1.
Berdasarkan Jenis Akad
Berdasarkan
jenis akadnya, sukuk dibedakan
menjadi enam macam sebagai berikut:
a.
Sukuk Murabahah
Sukuk
Murabahah adalah surat berharga yang berisi
akad pembiayaan yang menggunakan akad murabahah. Sukuk murabahah di perdagangkan di pasar.
Sukuk murabahah dapat juga diartikan
sebagai surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan pada prinsip
syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten),
pemerintah, atau institusi lainnya, yang mewajibkan pihak mengeluarkannya untuk
membayar pendapatan kepada pemegang sukuk
berupa bagi hasil marjin keuntungan serta dibayar kembali dana pokok sukuk
pada saat jatuh tempo.[10]
b.
Sukuk Mudharabah
Sukuk
Mudharabah adalah surat
berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan sisten akad mudharabah. Sukuk Mudharabah dapat
juga didefinisikan sebagai suatau surat berharga berisi akad pembiyaan
berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan (emiten), pemerintah atau institusi
lainnya yang mewajibkan pihak yang mengelurkannya untuk membayar pendapatan
kepada pemegang sukuk berupa bagi
hasil dari hasil pengelolahan dana yang telah disetorkan oleh pemilik dana
serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada
saat jatuh tempo.[11]
c.
Sukuk Musyarakah
Sukuk
Musyarakah adalah surat
berharga yang berisi akad pembiayaan yang menggunakan akad musyarakah. Sukuk Musyarakah dapat juga didefinisikan sebagai
surat berharga yang berisi akad pembiayaan berdasarkan prinsip yang dikeluarkan
oleh perusahaan (emiten) pemerintahan
atau institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengeluarkannya untuk
membayar pendapatan kepada pemegang sukuk
berupa bagi hasil dari hasil pengelolaan dana kontribusi dari pihak – pihak
yang berakad serta dibayar kembali dana pokok pada saat jatuh tempo.[12]
d.
Sukuk Salam
Sukuk
salam adalah surat berharga yang berisi
akad pembiyaan yang menggunakan akad salam.
Sukuk salam dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi akad
pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh perusahaan
yang mengeluarkannya untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk. Biasanya berupa bagi hasil dari
marjin keuntungan serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[13]
e.
Sukuk Istishna’
Sukuk
Istishna’ adalah surat berharga yang berisi
akad pembiyaan yang menggunakan akad istishna’.
Sukuk istishna’ dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi
akad pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
perusahaan (emiten) pemerintahan atau
institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengeluarkannya untuk membayar
pendapatan kepada pemegang sukuk berupa
bagi hasil dari marjin keuntungan serta dibayar kembali dana pokok sukuk pada saat jatuh tempo.[14]
Definisi sukuk istishna’ juga hampir sama dengan definisi sukuk salam. Pada dasarnya, kedua akad
tersebut hampir sama juga. Hanya cara penyerahan pembiayaannya yang membedakannya.
Pada akad salam pemnyerahan
pembiayaannya terjadi pada awal akad. Namun jika pada akad istishna’ pembayarannya pada akhir periode akad atau secara
angsuran.
f.
Sukuk Ijarah
Sukuk
ijarah adalah pembiyaan yang menggunakan
akad ijarah. Sukuk ijarah dapat juga diartikan sebagai surat berharga yang berisi
akad
pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
perusahaan (emiten) pemerintahan atau
institusi lainnya yang mewajibkan pihak yang mengeluarkannya untuk membayar
pendapatan kepada pemegang sukuk berupa
fee dari hasil pembayaran menyewakan
aset serta dibayar kembali dana pokok sukuk
pada saat jatuh tempo.[15]
2.
Berdasarkan Pembagian atau Pendapatan Hasil
Berdasarkan
pada pembagian atau pembayaran hasil maka sukuk
dapat dibagi menjadi tiga jenis.
a.
Sukuk Marjin
Sukuk
Majin adalah sukuk yang pembayaran pendapatannya bersumber dari marjin
keuntungan akad jual beli. Sukuk ini
terdiri dari sukuk murabahah, sukuk salam
dan sukuk istishna’.
b.
Sukuk Fee
Sukuk
fee adalah sukuk yang
membayarkan pendapatannya bersifat tetap karena bersumber dari pendapatan tetap
dari sewa atau fee, yaitu sukuk ijarah.
c.
Sukuk Bagi Hasil
Sukuk Bagi Hasil adalah sukuk yang pembayaran pendapatannya
berdasarkan bagi hasil dari hasil yang diperoleh dalam menjalankan usahanya
yang dibiayai, yaitu sukuk mudharabah dan
sukuk musyarakah.[16]
3.
Berdasarkan Basis Pembiayaan
Berdasarkan
basis asetnya sukuk dapat dibagi
menjadi dua jenis.
a.
Sukuk Aset
Sukuk asset adalah pembiayaan yang berbasis pada asset. Sukuk yang termasuk dalam sukuk asset
adalah sukuk salam. Contohnya
pembiayaan produksi pertanian, sukuk
istishna’ contohnya proyek konstruksi gedung dan perumahan, atau
infrastruktur lainnya, sukuk murabahah
contohnya pada usaha perdagangan, pembiayaan bahan baku produksi, sukuk ijarah contohnya leasing.
b.
Sukuk Penyertaan atau Sukuk Equity
Sukuk
penyertaan atau sukuk equity adalah
pembiayaan yang berbasis pada penyertaan modal. Sukuk yang termasuk dalam sukuk
equity adalah sukuk mudharabah atau
lebih dikenal pembiayaan bisnis (business
financing) dan sukuk musyarakah atau
dikenal sebagai kerjasama kemitraan (joint
venture).[17]
D.
Keistimewaan Sukuk
Dengan mengamati berbagai sifat umum mengenai sukuk, dapat dilihat bahwa sukuk
memiliki kualitas yang sama dengan semua pasar lain yang berorientasi aseet keuangan konvensional, termasuk
hal – hal berikut[18]:
Dapat diperdagangkan
|
Sukuk mewakili
pihak pemilik aktual dari aset yang jelas, manfaat aset atau kegiatan bisnis
dan juga dapat diperdagangkan pada harga pasar.
|
Dapat diperingkat
|
Sukuk dapat
diperingkat dengan mudah oleh Agen Pemberi Peringkat regional dan
internasional.
|
Dapat ditambah
|
Sebagai tambahan terhadap aset
utama atau kegiatan bisnis, sukuk dapat
dijamin dengan bentuk kolateral berlandaskan syariah lainnya.
|
Fleksibelitas hukum
|
Sukuk dapat
distruktur dan ditawarkan secara nasional dan global dengan pajak yang
berbeda
|
Dapat ditebus
|
Struktur sukuk diperbolehkan untuk kemungkinan penebusan.
|
Keistemewaan lain yang ada pada sukuk dalam referensi yang berbeda
adalah:
1.
Memberikan
penghasilan berupa imbalan atau n isbah bagi hasil yang kompetitif dibandingkan
dengan instrumen keuangan lain.
2.
Pembayaran
imbalan dan nilai nominal sampai dengan sukuk
jatuh tempo dijamin oleh Pemerintah.
3.
Dapat
diperjual belikan di pasar sekunder.
4.
Memungkinkan
diperolehnya tambahan pengahasilan berupa margin (capital again).
5.
Aman
dan terbebas dari riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysir (gambling).
6.
Berinvestasi
sambil mengikuti dan melaksanakan ajaran
Islam.
-
Tingkat
return yang dipastikan pada sukuk
Tingkat return pada sebagian
besar sukuk secara pasti disetujui di awal bahkan tanpa proporsi tertentu untuk
jaminan pihak ketiga. Beberapa sukuk yang diterbitkan menjadi sasaran kritikan
tajam disebabkan karena keterlibatannya dari bay’ al-inah, bay’ al-dayn
dan sifat-sifat landasan nonsyariah yang membuat sukuk sama dengan
obligasi berdasarkan buka. Bay’ al-inah merupakan penjualan dua kali di
mana pinjam dan orang yang meminjam menjual dan kemudian menjual kembali suatu
objek di antara mereka sekali untuk tujuan memperoleh uang tunai dan sekali
lagi untuk tujuan harga yang lebih tinggi berdasarkan kredit, dengan hasil
bersih dari suatu pinjaman dengan bunga.
Menurut aturan syariah, pemegang sukuk secara
bersama memiliki resiko terhadap harga aset dan biaya-biaya yang terkait dengan
kepemilikan dan bagian dari uang sewanya dengan melakukan sewa pada pengguna
tertentu.
-
Bay’
al Dayn
Perdagangan pasar sekunder untuk
sekuritas Islam dimungkinkan melalui bay’ aldayn sebagaimana berbagai
kasus di Malaysia yang didasarkan pada sukuk. Akan tetapi, jumhur ulama tidak
menerima keadaan ini karena utang yang diwakili oleh sukuk didukung oleh
aset-aset utama. Ahli-ahli hukum muslim tradisional dengan suara bulat
menyatakan bahwa bay’al-dayn dengan diskon tidak diperbolehkan dalam
syariah.
-
Risiko
Sukuk
Secara umum, risiko pada sukuk mirip dengan risiko obligasi
konvensional karena keduanya merupakan instrumen pada pasar modal. Menurut Chartered Financial Analyst
(2007), risiko-risiko yang dihadapi investor sukuk sebagai berikut:
1.
Risiko
Tingkat Pengembalian (Rate of Return Risk)
Risiko tingkat pengembalian ada pada
semua tipe sukuk dengan pengembalian tetap (fixed rate). Imbal
hasil yang mengacu pada LIBOR atau benchmark konvensional lainnya
membuat return pada sukuk dipengaruhi suku bunga. Sedangkan pada
akad mudharabah, imbal hasil sangat bergantung pada kinerja perusahaan
yang dapat naik dan turun.
2.
Risiko
Kredit (Credit Risk)
Risiko kredit pada sukuk ijarah dihadapi
oleh investor disebabkan kegagalan pembayaran (default) atas sewa underlying
asset. Kecenderungan default menjadi lebih besar karena mekanisme
penjadwalan ulang atas hutang dengan imbal hasil/suku bunga lebih tinggi tidak
diperbolehkan dalam hukum Islam. Risiko kredit pada sukuk harus dinilai
secara independen khususnya jika pemberi pinjaman memiliki alternatif
penggantian lain ketika underlying asset tidak dapat menutupi kerugian
yang terjadi.
3.
Risiko
Nilai Tukar (Foreign Exchange Rate Risk)
Risiko nilai tukar dapat terjadi jika return atas
pengelolaan underlying asset diberikan dalam mata uang asing. Penerbit
dapat menghitung dan memberikan jaminan atas risiko tersebut dalam rangka
melindungi investor dari pergerakan nilai tukar.
4.
Risiko
Tingkat Harga (Price/Collateral Risk)
Risiko tingkat harga terjadi ketika spesifikasi aset yang
tercermin pada nilai penerbitan sukuk yang diajukan berbeda
dengan nilai pasar sesungguhnya dan laporan atas nilai underlying
asset. Sukuk ijarah paling rentan menghadapi risiko ini
karena aset yang disewakan dapat mengalami depresiasi hingga dibawah harga
pasar. Pengelolaan yang baik atas aset menjadi faktor penting dalam menghadapi
risiko ini.
5.
Risiko
Likuiditas (Liquidity Risk)
Pertumbuhan pasar sekunder yang lambat membuat investor sukuk
menghadapi risiko likuditas. Kecenderungan membeli dan menahan (buy and hold)
pada mayoritas investor sukuk membuat mekanisme transfer kepemilikan sukuk
tidak efisien. Hal ini terjadi pula pada Sukuk Salam, dimana aset yang
mewadahi kontrak merupakan komoditas pertanian. Sehingga perdagangan pada
sekuritas tersebut menimbulkan unsur spekulasi. Zero Coupon Sukuk
seperti Sukuk Istisna dan Murabahah juga tidak dapat
diperdagangkan dipasar sekunder karena mirip dengan jual beli hutang (bai
ad-dayn) yang dilarang oleh mayoritas ulama.
6.
Risiko Kepatuhan Syariah (Sharia Compliance
Risk)
Perkembangan pasar yang pesat memungkinkan adanya
struktur sukuk yang tidak memenuhi aspek syariah. Standarisasi dan
perhatian atas aturan-aturan syariah pada sukuk dibuat dalam rangka
melindungi investor muslim dari praktek-praktek yang prinsip-prinsip Islam.[19]
F.
Tinjauan Umum Sukuk
- Landasan Teori Sukuk
Sukuk (صُÙƒُÙˆْÙƒ) adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab dan merupakan
bentuk jamak (plural) dari kata ‘Sakk’ (صَÙƒَّ), yang berarti dokumen atau sertifikat.
Pada abad pertengahan abad 20, sukuk lazim digunakan oleh para pedagang muslim
sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari
perdagangan dan aktivitas komersial lainnya.[20]
Berdasarkan
Standar Syariah The Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) No. 17 tentang Investment Sukuk (Sukuk
Investasi), Sukuk didefinisikan sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan
bukti atas bagian kepemilikan yang tak terbagi terhadap suatu aset, hak
manfaat, dan jasa-jasa, atau atas kepemilikan suatu proyek atau kegiatan
investasi tertentu.
Berdasarkan
keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam–LK)
Nomor KEP-181/BL/2009, Sukuk didefinisikan sebagai Efek Syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas :
a.
Kepemilikan aset berwujud tertentu
b.
Nilai manfaat dan jasa atas asset proyek
tertentu atau aktivitas investasi tertentu
c.
Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas
investasi tertentu
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang
Obligasi Syariah, Sukuk (Obligasi Syariah) didefinisikan sebagai surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Ada pula yang menyebut sukuk dengan istilah
obligasi syariah. Menurut para pakar tentang pengertian obligasi syariah: Obligasi syariah adalah suatu kontrak
perjanjian tertulis yang bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada
waktu tertentu seluruh kewajiban yang timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan
tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat
secara periodik menurut akad.
- Aspek Legal Sukuk
a. Landasan Syariah
Landasan syariah yang digunakan oleh para penerbit (issuer) baik itu
sukuk Negara ataupun sukuk korporasi (Fatwa DSN MUI) adalah didasarkan pada
:
1) Al-Qur’an [21]
a) Al-Baqarah: 275
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan riba dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.”
b) Q.S. Al-Maidah: 1
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
akad-akad itu...”.
c) Al-Isra: 34
“... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji
itu pasti diminta pertanggungjawabannya.”
2) Al- Hadits
a) Hadits Nabi riwayat Imam At-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani,
Nabi bersabda: “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perjanjian yang mengaharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram”
b) Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruqiuthni, dan yang lain,
dari abu Sa’id al-Khudri, Nabi bersabda; “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri
sendiri maupun orang lain.”
3)
Kaidah
Fiqih
a) “Pada dasarnya, semua bentuk
mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
b) “Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”
[1]
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: KENCANA PRENADA
MEDIA GROUP, 2010), 265
[2]
Ibid, 265
[3]
Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi
Pada Pasar Modal Syariah (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2007), 123
[4]
Diakses dari Republika Online,
Berharap
dari Sukuk Ritel (6 Februari 2009) diakses
tanggal 03 April 2013, pukul 21.59
[5]
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah (Yogyakarta: EKONISIA FE UII, 2004), 221
[6]
Mohammad Heykal, Tuntunan dan Aplikasi
Investasi Syariah (Jakarta: PT. Gramedia, 2012), 118
[7]
Nurul Huda & Mustafa Edwin, Investasi
Pada…… 123
[8]
Ibid, 123
[9]
Mohammad Heykal, Tuntunan….. 114
[10] Muhammad Nafik Hadi
Ryandono, Bursa Efek dan Investasi
Syariah (Surabaya: Cahaya Amanah, 2008),
356
[11]
Ibid, 357
[12]
Ibid, 358
[13]
Ibid, 358-359
[14]
Ibid, 359
[15]
Ibid, 360
[16]
Ibid, 360-361
[17]
IIbid, 361-362
[18]
Nurul Huda & Mustafa Edwin, Investasi
Pada……124
[19] Ekonomi Islam Substantif http://aamslametrusydiana.blogspot.com. Diakses pada 9 April 2013
[20]
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley & Sons Ltd,
England, 2007, hal 55
[21]
Al-Quran dan terjemahannya